Kamis, 10 Maret 2022

TUHAN ALKITAB SAMA DENGAN ALLAH AL QUR'AN ?

TANGGAPAN ATAS TUDUHAN DAN SALAH PAHAM 1 : TUHAN ALKITAB SAMA DENGAN ALLAH AL QUR’AN ? (1) Eja Kalima memberi pernyataan : Banyak orang yang beranggapan bahwa TUHAN DALAM ALKITAB dan TUHAN DALAM AL QUR’AN adalah sama dan satu, hanya namanya atau sebutannya saja yang berbeda. Karena sama-sama menyembah “ Allah “ satu-satunya Tuhan Yang Esa , maka mereka yakin bahwa Kristen dan Islam memang menyembah Allah yang sama . Namun bahwa monoteisme itu SATU ALLAH , tidak berarti bahwa identitas dari Tuhan Yang Esa itu sama pada kedua agama tersebut. Pernyataan apologi Eja Kalima boleh dikatakan mirip dengan pernyataan Dr. Robert A. Morey ketika menyerang Islam dalam bukunya ” The Islamic Invasion ” yang dikutipkan berikut : Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa Tuhan di dalam Alkitab dan Tuhan di dalam Kitab Al Qur’an dalah sama dan tunggal ( satu ), hanya namanya yang berbeda............Tuhan menurut ALkitab tidaklah dapat lagi dirubah menjadi ALLAH, demikian pula halnya dengan ALLAH menjadi Tuhan sebagaimana dimaksud oleh Alkitab . .................. TANGGAPAN : Sebelumnya diklarifikasi terlebih dahulu petilan pernyataan Eja Kalima: ” Namun bahwa monoteisme itu SATU ALLAH , tidak berarti bahwa identitas dari Tuhan Yang Esa itu sama pada kedua agama tersebut ” . Konsep ”monoteisme” perlu dijelaskan. Bagaimana pengertian ” SATU ALLAH ” menurut ajaran Islam dan bagaimana pula menurut dogma Kristen ?. Pengertian ” SATU ALLAH ” dalam Islam sangat jelas dan mutlak yaitu tunggal, tidak terbagi-bagi atau tidak terdiri dari oknum-oknum Tuhan, berdiri sendiri , tidak ada yang menyamai-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak butuh kepada makhluq-Nya tetapi makhluq yang butuh kepada-Nya dan aspek-aspek lain yang menunjukkan KEESAAN mutlaq-Nya. Bagaimana pengertian ” SATU ALLAH ” menurut dogma Kristen ?. Telah umum diketahui dengan segala tafsir yang berkembang dalam sekte-sekte Kristen, Tuhan yang disembah penganut Kristen terdiri dari tiga oknum/ pribadi dan keberadaannya terpisah-pisah satu dengan yang lain. Apakah ” monoteisme ” namanya dengan dogma seperti itu ?. Istilah yang tidak tepat dikenakan kepada kepercayaan dogma Kristen. Istilah yang tepat adalah : TRINITAS, bukan ” monoteis-me ”. Kalau dikatakan juga sebagai ” SATU ALLAH ” berarti konsep ” monoteisme ” dalam dogma Kristen berbeda dengan konsep ajaran Islam. Istilah ” SATU ALLAH ” dalam dogma Kristen jelas berbeda dengan konsep ajaran Islam. Oleh karena itu betapa mubazirnya pernyataan Eja Kalima : ” Namun bahwa monoteisme itu SATU ALLAH , tidak berarti bahwa identitas dari Tuhan Yang Esa itu sama pada kedua agama tersebut ” . Dipahami, menurut Eja Kalima, adanya anggapan : ” Tuhan dalam Alkitab dan Tuhan dalam Al Qur’an adalah sama dan satu, hanya namanya atau sebutannya saja yang berbeda ” adalah “ SALAH PAHAM “. Siapakah yang dimaksud ” banyak orang ” sebagai pembuat gara-gara yang membangun “ TUDUHAN DAN SALAH PAHAM “ dimaksud ?. Ummat Islam ( kaum Muslimin )-kah atau penganut Kristen sendiri ?. Dilihat dari tujuan diadakannya ” jamuan ” dengan mengundang ummat Islam ( kaum Muslimin ), tidak bisa tidak, yang dimaksud ” banyak orang ” sebagai pembuat gara-gara tidak lain adalah ummat Islam ( kaum Muslimin ) . Jika tidak dipahami demikian, mengapa ” nama Allah ” disajikan dalam ” jamuan ” yang diadakan sebagai masalah yang perlu didialogkan dengan ummat Islam ( kaum Muslimin ) ? Pengertian kata “Allah“ dalam Islam jelas berbeda dengan pengertian penganut Kristen. Kata “ Allah “ adalah kosa kata bahasa Arab, bukan kosa kata Ibrani/Aramia atau bukan pula kosakata Yunani. Penganut Kristen mengadopsi dan menggunakan kata ” Allah ” secara tidak tepat di negara-negara mayoritas Muslim seperti di Indonesia. Jadi, yang bikin gara-gara membangun kesalah-pahaman dan anggapan yang tidak tepat adalah pihak Kristen sendiri, bukan ummat Islam ( kaum Muslimin ) karena mencuplik kata “ Allah “ sebagai nama Tuhan. Mengapa di daerah-daerah yang mayoritas Muslim justru penganut Kristen menggunakan kata “ Allah “- sebutan yang sangat akrab dengan keberagamaan ummat Islam karena berasal dari bahasa Arab, dan dalam bahasa tersebut diwahyukan Al Qur’an - tidak menggunakan sebutan : Yahweh, Elohim, El, Elah, Eloh, Adonai ( bahasa Ibrani, Aramia) atau Theos, Kryos ( bahasa Yunani ) atau God, the Lord ( bahasa Inggeris ) atau bahasa lainnya, ketika di sisi lain penganut Kristen di Barat, sangat benci meng-gunakan nama ”Allah ” ?. Dengan mudah penganut Kristen berkilah, Yahweh , Elohim , El, Elah, Eloh, Theos atau God sama saja dengan ” Allah”. Jika demikian, mengapa Eja Kalima mempertanyakan penggunaan kata ”Allah” oleh ummat Islam ( kaum Muslimin ) yang justru asalnya adalah kosa kata milik ummat Islam ( kaum Muslimin ) dengan seluruh pengertiannya, bukan milik penganut Kristen?. Apakah Eja Kalima manusia waras atau tidak waras ?. Penggunaan kata ”Allah” oleh penganut Kristen di negara-negara Muslim disengaja agar dapat “menipu “ ummat Islam dalam upaya Kristenisasi dan pemurtadan ummat Islam. Dengan menggunakan sebutan “ Allah “ sebagai nama Tuhan, orang Islam awam akan beranggapan, Islam dan Kristen mengajarkan Tuhan yang sama yaitu Allah sehingga dapat dikristenkan. Penegasan demikian bukan khayalan. Perhatikan pernyataan seorang Penginjil bernama James Pangau, berikut ) : Berkhotbahlah dengan nama Yahwe Elohim kepada orang Yahudi karena mereka yang mengerti kata-kata itu. Kita orang Indonesia, sebut saja “ Tuhan Allah “. Kita tidak memanggil nama dewa. Ketika kita menyebut “ Tuhan Allah “ , hati kita langsung teringat surga, bukan ingat Arab. Saya tidak bicara bahasa Belanda jika sedang ikut arisan orang Batak. Rasul Paulus berkata : “ Bagi orang Yahudi aku seperti orang Yahudi, supaya aku dapat memenangkan orang-orang Yahudi.… Jadi tujuannya memenangkan jiwa. Kalau kata “ Yahwe Elohim “ tidak dapat dipakai untuk memenangkan jiwa, pakailah “ Tuhan Allah “ ...... Pernyataan James Pangau sangat jelas dan tahulah kita, yang bikin gara-gara adanya anggapan “ Tuhan dalam Alkitab dan Tuhan dalam Al Qur’an adalah sama dan satu,… “ adalah pihak penganut Kristen sendiri, karena menggunakan sebutan “ Allah “ ( - kosa kata bahasa Arab Al Qur’an - ) dengan tujuan mengkristenkan ummat Islam. Mengapa Eja Kalima “ memprotes “ penggunaan kata “ Allah “ kepada Ummat Islam (kaum Muslimin) berdasarkan adanya anggapan yang dikatakan sebagai “ Salah paham“ padahal kata ” Allah ” adalah milik ummat Islam ( kaum Muslimin)?. Sangat tidak fair dan tidak jujur. Ungkapan yang paling cocok untuk dikenakan kepada Eja Kalima adalah “ Maling menyalahkan Pemilik yang dimalingi “. James Pangau lebih jujur mengenai penggunaan kata “Allah “ sebagai nama Tuhan-nya penganut Kristen demi mengkristenkan ummat Islam ( kaum Muslimin). Ummat Islam ( kaum Muslimin) tidak mempermasalahkan penggunaan kata “ Allah “ oleh orang Kristen dan tidak ambil pusing karena bagaimana pun akhirnya kembali kepada pengertian masing-masing tentang “ Allah “. Eja Kalima mempermasalahkan penggunaan kata “ Allah “ kepada ummat Islam ( kaum Muslimin) yang justru pemilik kata “ Allah “ berpatron pada Dr.Robert A. Morey. Mempermasalahkan penggunaan kata “ Allah “ sebagai nama diri Tuhan oleh ummat Islam ( kaum Muslimin ), menjadi sesuatu yang mengherankan dan satu kekonyolan. Lebih pantas yang mempermasalahkannya adalah ummat Islam ( kaum Muslimin ) kepada penganut Kristen yang menggunakan kata “ Allah “ dalam pengertian yang sangat berbeda dari makna sesungguhnya dalam ajaran Islam. Eja Kalima, meletakkan sumber “ Salah paham “ penggunaan kata “ Allah “ kepada ummat Islam ( kaum Muslimin ) padahal yang bikin gara-gara penganut Kristen sendiri yang mencuplik nama “Allah “–nama Tuhan yang disembah ummat Islam ( kaum Muslimin) - kemudian memberi pengertian berbeda dari pengertian asalnya menurut Islam. Bahkan Eja Kalima justru menggunakan istilah ” Allah “ untuk menyebut nama Tuhan-nya. Penganut Kristen dikatakan mencuplik kata “ Allah “ dengan memberikan pengertian yang berbeda karena kata “ Allah “ adalah bahasa Arab Al Qur’an ( Islam ) dan menjadi Nama diri dari Tuhan Yang Maha Esa, bukan nama umum. Celakanya, penganut Kristen mencuplik dan mengartikannya sebagai ” nama umum ”- seperti halnya kata “ Tuhan “ - karena dianggap padanan kata ” Elohim ” ( bhs. Aramia ). Padahal kata ” Elohim ” adalah bentuk jamak dari kata dasar kata ” Eloh ” ( bentuk tunggal nama Tuhan yang sepadan dengan ” Allah ” nama Tuhan dalam bahasa Arab ) . Bentuk tambahan ” im ” bisa menunjukkan kejamakan atau juga bisa menunjukkan kemuliaan. Hal ini bisa menyesatkan karena banyak yang tidak paham tentang makna penggunaan ”im ” dengan mengarahkan dalam pengertian : kejamakan jumlah , padahal ” im ” juga mengandung pengertian : kejamakan yang menyatakan kemuliaan. Sebagai contoh, seseorang berkata: ” Kami akan ke sana ” padahal yang dimaksud adalah : ”Saya akan ke sana ”. Kata ”kami ” pada contoh, bukan menyatakan : kejamakan jumlah yaitu lebih dari satu orang melainkan : kejamakan yang menyatakan kemuliaan yang menunjuk satu orang yang berkata tersebut. Banyak penganut Kristen memahami kata ” Elohim ” dengan : kejamakan jumlah dan menjadi dasar pemahaman tentang Trinitas ( Tuhan Esa tetapi Tiga atau Tuhan Tiga tetapi Esa ). Sedangkan kata ” Allah ” tidak bisa dijamakkan. Kata ” Elohim ” bila dipadankan dengan istilah bahasa Arab Al Qur’an, seharusnya ” Ilaahatun ” bukan ” Allah ”. Lebih jauh nama ”Allah ” dijelaskan berikut). Kata “ ﺍﷲ “ ( “ Allah “) adalah “ ghairu musytaq “ atau kata asli , tidak ada asal kata-nya, yang menunjukkan nama asal dari Yang Wajib Ada , Maha Pencipta, Yang Maha Suci, Yang Maha Agung, Yang Maha Esa – Tunggal Zat-Nya, Nama-Nya dan Sifat-Nya - dan yang berhak disembah, tempat bergantung dan berharap segala makhluk. Tidak ada yang memiliki nama “ ﺍﷲ “ ( “Allah “) melainkan hanya Dia yang wajib ada, Yang Maha Suci, Maha Pencipta, Yang Maha Agung, Yang Maha Esa- Tunggal Zat-Nya , Nama-Nya dan Sifat-Nya - dan yang berhak disembah. Jumhur ulama seperti Abu Hayan dan Muhammad Ali Shaibuni berpendapat dan menyepakati, kata “ ﺍﷲ“ ( “Allah “) adalah “ ghairu musytaq “. Oleh karena itu, kata “ ﺍﷲ “ ( “Allah “ ) tidak dapat di-tatsniyyah-kan ( diganda-duakan ) dan di-jamak-kan ( digandakan lebih dari dua ). Berbeda dengan kata “ ﺍﻹﻟﻪ “ ( al- Ilaahu ) yang diterjemahkan dengan “ tuhan “ adalah sebutan umum yang dapat di-tatsniyyah-kan ( diganda-duakan ) dan di-jamak-kan ( digandakan lebih dari dua ) menjadi “ Ilaahatun “. Kata “ ﺍﻹﻟﻪ“ (al-Ilaahu) itulah yang sepadan dengan ”Eloh ”- ”Eloah ” dan kata ”Ilaahatun “ menjadi padanan dengan “ Elohim “ dalam bahasa Aramia, bukan ” Allah ”. Jadi , kata “ Elohim “ yang jamak tidak bisa diterjemahkan dengan “ Allah “ yang tunggal. Seharus-nya “ Elohim “ diterjemahkan dengan “ ilah “ bukan “ Allah “ kalau benar-benar mau menggunakan bahasa Arab. Ada Ulama berpendapat, kata “ ﺍﷲ“ ( “ Allah “) adalah “ musytaq “ yaitu ada asal katanya. Namun Ulama yang berpendapat demikian ternyata beda pendapat mengenai asal kata “ ﺍﷲ “ ( “ Allah “ ). FIRA’ ( wafat tahun 207 H ), ahli nahwu dari Kuffah mengatakan asal kata “ ﺍﷲ“ ( “ Allah “ ) adalah ” ﺍﻹﻻﻩ “ ( al-ilaahu ). Dengan perubahan : harakat hamzah dipindahkan ke “ ﻻ( lam ) “ yang pertama dan bertemu dua “ ﻻ( lam ) “ sehingga “ ﻻ(lam )“ yang pertama dihilangkan kemudian di-idgham-kan kepada “ ﻻ(lam) “ yang kedua sehingga menjadi kata “ ﺍﷲ “( “Allah “ ). Pendapat ini pula yang diangkat Dr. Robert A. Morey dengan berkata : Kata “ Allah “ berasal dari dua kata dalam bahasa Arab yaitu “ al-ilah “. “ Al “ adalah merupakan kata sandang seperti “ Sang “ dan “ Ilah “ adalah kata bahasa Arab yang ber-arti “ Tuhan “ . Kata tersebut bukanlah kata asing dan bahkan buka juga kata bahasa Syria. Kata tersebut,kata bahasa Arab Asli. Kata “ Allah “ bukan juga kata bahasa Ibrani atau Yunani dalam artian “ God “ sebagaimana yang dimaksudkan di dalam Alkitab. Bisa dipahami bila Dr. Robert A. Morey tidak menjelaskan proses perubahan “ al –ilah “ menjadi “ ALLAH “ karena memang bukan ahli bahasa Arab. Tersirat maksudnya yaitu menolak klaim yang mengatakan, kata “ ALLAH “ diwariskan oleh kaum Kristen dan Yahudi kepada ummat Islam ( kaum Muslimin ) dengan kesimpulannya : Jadi, tidak ada alasan sama sekali untuk dapat menerima pandangan yang menyatakan bahwa nama “ ALLAH “ adalah diwariskan kepada kaum Muslimin dari kaum Kristen dan kaum Yahudi. Demikian itu urusan penganut Kristen. Ummat Islam ( kaum Muslimin) tidak berkepentingan menetapkan, kata “ ALLAH “ bersumber dari orang Yahudi dan Kristen. Pendapat lain mengenai asal kata “ ALLAH “ yang sama dengan Fira’, tetapi proses perubahannya berbeda yaitu hamzahnya dibuang sehingga menjadi “ ﺍﷲ “ ( “Allah “ ) seperti halnya kata “ ﺍﻹﻧﺎﺱ “ ( al- Inaasu ) yang menjadi “ ﺍﻟﻨﺎﺱ “ ( an-Naasu ). Ahli nahwu lainnya yaitu Sibawaeh berbeda dengan Fira’ . Sibawaeh mengatakan, kata “ ﺍﷲ“ (“Allah “) berasal dari kata ” ﻻﻩ ” ( la-hu) dan mendapat artikel ( kata sandang) “ﺍﻝ” ( alif dan lam ) sebagai tanda membesarkan, memuliakan, mengagungkan sehing-ga menjadi “ ﺍﷲ “ (“Allah “). Jadi menurut Sibawaeh , yang asli adalah ” ﻻﻩ ” sedangkan ”ﺍﻝ ” ( alif dan lam ) tidak asli. Arkhimandrit Daniel Bambang Ph.D dari Gereja Orthodok Syria ( GOS ) Indonesia menjelaskan, menurut iman Kristen Orthodox, kata “ Allah “ berasal dari bahasa Arab : Al Ilah , yang artinya : Sang Ilah yaitu Ilah satu-satunya dan tiada duanya. Kata “Allah “ serumpun dengan kata Ibrani : Eloah atau Elohim, dan serumpun dengan kata Syria/Aramia : Alaha. Kata “Allah “ sudah dikenal oleh orang Arab penyembah berhala, maupun orang Arab yang Yahudi dan Kristen sebelum adanya agama Islam ). Pendapat demikian, sejalan dengan Fira’ ( wafat tahun 207 H ), ahli nahwu dari Kuffah tetapi berbeda dengan Sibawaeh - juga seorang Ahli Nahwu - mengenai asal kata dari ”Allah”. Sekalipun demikian, ada perbedaan mendasar yaitu Arkhimandrit Daniel Bam-bang Ph.D mengatakan, menurut Iman Kristen Orthodoks, kata “Allah “ bukan nama diri dari Sang Pencipta, melainkan penyebutan KEBERADAAN dari Sang Pencipta. Kalau begitu apa nama diri dari Sang Pencipta jika bukan “Allah “ ? Arkhimandrit Daniel Bambang Ph.D tidak mengungkapkannya. Pendapat mengenai kata “ﷲ “ (“Allah “) sebagai “ musytaq ” ternyata tidak utuh melainkan terbagi pada beberapa pendapat sehingga sulit dipegang mana yang benar. Fakta kata “ ﷲ “ ( “ Allah “ ) tidak bisa di-tatsniyyah-kan ( diganda-duakan ) dan di-jamak-kan ( digandakan lebih dari dua ) menjadi bukti, kata “ﷲ “ ( “ Allah “ ) adalah “ ghairu musytaq “. Untuk diketahui oleh si Kristen Penyaji Apologi dan penganut Kristen lainnya, nama “ ALLAH “ sebagai nama Tuhan dalam Islam memiliki keunikan. Keunikan kata “ﷲ “ ( “ Allah “) sebagai nama Tuhan Yang Maha Esa tidak akan pernah terdapat dalam nama apapun. Keunikan dimaksud yaitu bila dilakukan penghilangan setiap huruf pada kata “ﷲ “ sehingga tersisa huruf “ ﮫ “, semuanya tetap kembali menunjuk kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. a. Jika huruf “ ﺍ “ ( alif ) pada awal kata “ ﷲ “ dihilangkan sehingga menjadi “ ﻠﻠﻪ “ ( “ lillaahi “ ) yang berarti “ kepunyaan Allah “. b. Jika berikutnya huruf “ ﻞ “ yang pertama pada kata “ ﻠﻠﻪ “ ( “ lillaahi “) sehingga menjadi “ ﻠﻪ “ ( “ lahu “) yang berarti “–Nya " atau “ bagi-Nya “ yaitu “ bagi Allah “. c. Jika berikutnya huruf “ ﻞ “ yang kedua pada kata “ ﻠﻠﻪ “ ( “ lillaahi “ ) yaitu setelah dihilangkannya huruf “ ﻞ “ pertama pada kata “ ﻠﻠﻪ “ ( “ lillaahi “ ) dan tertinggal menjadi “ ﻠﻪ “ ( “ lahu “ ) sehingga menjadi huruf “ ﻪ “ ( “ hu “ atau “ HUWA “ ), dhamir ( kata ganti nama ) bagi Allah SWT yang berarti “ DIA “ . Contoh kata-kata dalam Al Qur’an yang diungkapkan sebagai sebutan untuk Allah SWT antara lain dalam transliterasi Latin berikut : a. Kata “ ﷲ “ : Innallaha laa yastah-yii ayy-yadh-riba matsalam-mmaa ba’u dhatan famaa faw-qaha. ( Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Kata “ ﷲ “ tercantum pada awal ayat yang dikutipkan : “ Innallaha “ . b. Kata “ ﻠﻠﻪ “ : Lillaahi maa fissamaa-waati wa maa fil ardhi ( Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi ). Kata “ ﻠﻠﻪ “ tercantum pada awal ayat yang dikutip yang didahului huruf “ ﻞ “ : “ Lillaahi “ yang berarti “ pada Allah “ atau makna semacam. c. Kata “ ﻠﻪ “ : Innamaallaahu ilaahun waa-hidun, subhaa-nahuu ayyaku-na lahu waladullahu. ( Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak. Ada dua kata yang digunakan untuk : “ ﷲ “ ( “ Allah “ yang tersebut pada “ Inna-ma-allaahu “ ) dalam bentuk “ ﻠﻪ “ yaitu “ Ilaahun “ dan “ Lahu “ ( 2 x pada akhir ayat yaitu pada “ ayyaku-na lahu “ dan “ waladullaahu “ ). d. Kata “ ﻪ “ : Huwa-lladziy ba’tsa fiy-l ummiyyii-na rasuw-lam minhum yatluw ‘alay-him aa-yaatihi. ( Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka ). Kata “ ﻪ “ ( “ hu “ atau “ huwa “ ) tercantum pada awal ayat yang dikutip : Huwa-lla-dziy yang berarti : “ Dia-lah yang … “. Pada contoh (c) terdapat kata “ hu “ dalam kata “ sub-haa-nahuu “ ( artinya: “ Maha Suci Dia “ ). Kata “ hu “ berarti : DIA. Dalam tuturan bisa saja muncul : “ Ya huwa “ mirip nama Tuhan yang diklaim penganut Kristen : Yahuwa– Yehuwa – Huwa - Yahwe - Yehovah – Jehovah ( versi lidah Eropah padahal aksara Ibrani tidak mengenal huruf “ J “ ). Dalam Al Qur’an ada sekitar 475 ayat yang memuat kata “ Huwa “. Bahkan bentuk-bentuk kata sebagai sebutan bagi Allah SWT yang disebutkan bisa tercantum dalam satu ayat misalnya : " Huwallahul-ladziy laa ilaaha illaa huwa - Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia ). Ada tiga kata pada ayat Al Qur’an yang dikutip ( Al Hasyr 22 ) yang ditujukan kepada Allah SWT yaitu : “ Huwa “ (2x ) di awal dan diakhir kalimat – “ Allah “ sesudah “ Huwa “ di awal kalimat dan “ Ilaaha “ di tengah-tengah kalimat. Keunikan lainnya dari nama “ ALLAH “ yaitu terkait dengan SYAHADAT Islam sebagai penanda seseorang menyatakan diri sebagai seorang MUSLIM. Seseorang yang masuk Islam harus mengucapkan SYAHADAT : " Asy-hadu an LAA ILAAHA ILLALLAH - Aku bersaksi TIADA TUHAN SELAIN ALLAH ". Kata “ ALLAH “ dalam syahadat yang dikutipkan TIDAK BISA DIGANTI dengan nama-nama terindah dari Allah berdasarkan sifat-Nya ( ASMAA-UL - HUSNA ). Ambil contoh, salah satu nama terindah dari Allah berdasarkan sifat-Nya yaitu : AL GHAFUR (MAHA PENGAMPUN ). Dalam syahadat tidak bisa diucapkan : " Asy-hadu an LAA ILAAHA ILLAL GHAFUR - Aku bersaksi TIADA TUHAN SELAIN AL GHAFUR ( Maha Pengampun ) ". Syahadat yang demikian tidak diterima dan pengucapnya belum diakui bersyahadat MASUK ISLAM karena yang disebut adalah nama sifat-Nya bukan nama Zat-Nya. Sifat Allah tercantum dalam Asmaa’ul Husna atau 99 nama terindah dari Allah sedangkan “ Allah “ adalah nama Zat- Nya Tuhan Yang Maha Esa. Keunikan nama “ ALLAH “ yang demikian tidak tercari pada nama “ ELOHIM “ atau YAHWE semacamnya apalagi seperti “ GOD “ – “ THEOS “ – “ ADONAY “ - KRYOS dan sebagainya. Sengaja disajikan agar Eja Kalima dan penganut Kristen lainnya bisa menempatkan diri bila memberi komentar tentang Islam, agar tidak asal ngomong. Ketiadaan pengetahuan dan seluk-beluk Islam membuat penganut Kristen terjebak dalam lontaran pernyataan yang membabi-buta dan menyesatkan. Menterjemahkan ” Elohim ” ( bentuk jamak ) dengan ” Allah ” ( bentuk tunggal ) yang tidak bisa di-tatsniyyah-kan (diganda-duakan) dan di-jamak-kan ( digandakan lebih dari dua), merupakan penyimpangan. Celakanya, penganut Kristen semodel Eja Kalima memaksakan, kata “ Elohim “ harus diterje-mahkan dengan “ Allah “ padahal sudah menolak penggunaan kata “ Allah “ dan menuduh kiri-kanan yaitu ummat Islam ( kaum Muslimin ) telah mengubah nama Tuhan : “ YAHWE “ menjadi “ ALLAH “. Hal itu justru dilakukan penganut Kristen dengan tujuan-tujuan tertentu, bukan sekedar masalah bahasa dalam terjemah-menterjemahkan. Hebatnya dalam Alkitab LAI 1968 -1971, kata “ Elohim “ diterjemahkan dengan “ Dewa-Dewa “. Perhatikan ayat Mazmur 82 : 1, 6 versi Alkitab LAI 1968 - 1971 : Bahwa Allah adalah berdiri dalam perhimpunan dewata , pada sama tengah dewa-dewa , Ia-pun memutuskan hukum. Sungguhpun Aku telah berfirman bahwa kamu-lah Dewa-Dewa dan kamu sekalian Anak Allah Ta’ala Bandingkan dengan versi Alkitab LAI 1976 – 2000. Ayat Mazmur 82 : 1, 6 berbunyi : Allah berdiri dalam sidang ilahi di antara para allah Ia menghakimi. Aku sendiri telah berfirman : ‘ Kamu adalah allah dan anak-anak Yang Maha Tinggi kamu sekalian ‘ . (Catatan : Kata “Allah “ dengan huruf besar “A “ dan kata “allah “ dengan huruf kecil “a “). Bandingkan lagi dengan versi Holy Bible : God standeth in the congregation of the mighty ; he judgeth among the gods . ( = Allah berdiri dalam perkumpulan dari para perkasa ; Ia memutuskan hukuman di antara para allah – “ the gods “ ). I have said , Ye are gods ; and all of you are children of the most High “ . ( = Aku berkata , Kalian adalah alah-alah – “ gods “ ; dan semua kalian adalah anak-anak dari Yang Maha Tinggi ) Lihat pula versi Good News Bible : God presides in the heavenly council ; in the assembly of the gods he gives his decision. ( = Allah memimpin sidang surga ; dalam himpunan para allah – “ the gods “ , Ia memberi keputusan ). “ You are gods “ , I said : “ all you are children of the Most High “ . ( = “ Kalian adalah allah – ‘ gods ‘ “, Ia berkata : “ kalian semua adalah anak-anak dari Yang Maha Tinggi ) ( Catatan : Kata “God “ dengan “ G “ huruf besar dan “ gods “ dengan “ g “ huruf kecil . Dalam terjemahan yang diberikan, kata “ God “ = Allah dan “ gods “ = alah-alah). Kata “ Dewa-Dewa “ atau “ gods “ dan “ Allah “ atau “ God “ adalah kosa kata terje-mahan untuk kata “ Elohim “. Disingkat : Elohim = God = Allah = gods. Penterjemahan demikian didasarkan pada kata : “ im “ pada “ Eloh “ dengan pengertian sebagai “ keja-makan jumlah “. Kita tidak tahu bentuk terjemahan yang diberikan penganut Kristen untuk kata “ Elohim “ dalam ayat Mazmur 82 : 6 bila kata “ im “ pada “ Eloh “ diartikan sebagai “ kejamakan yang menyatakan kemuliaan “. Jadi yang bikin gara-gara adalah pihak Kristen sendiri. Ingat, tidak ada ummat Islam ( kaum Muslimin ) memaksa penganut Kristen menggunakan sebutan “ Allah “ untuk Tuhan Yang Maha Esa sehingga menimbulkan “ Salah Paham “ melainkan keinginan pihak Kristen sendiri untuk “ mengkomunikasikan “ kepercayaan Kristen kepada ummat Islam ( kaum Muslimin ). Dengan menggunakan sebutan “Allah “ diharap ummat Islam ( kaum Muslimin ) terpukau dan berfikir, akidah Islam sama dengan akidah Kristen . Justru penggunaan kata “Allah “ oleh pihak Kristen untuk menyebut ” Tuhan ”-nya, ummat Islam ( kaum Muslimin ) benar-benar dirugikan secara akidah. Ummat Islam ( kaum Muslimin ) tidak bisa melarang. Penganut Kristen di Timur Tengah menggunakan kata “ Allah ” sebagai nama Tuhan. Di negara-negara Barat, justru kata ” Allah ” sangat dibenci. Sebagai bukti tidak terbantah, yaitu Catatan Kaki yang diberikan untuk ayat Genesis 1: 1 dalam Alkitab/Bibel berbahasa Inggeris ( King James Version ) edisi lama : ” In the be-ginning God created the haven and the earth ” ( = Pada mulanya, Allah menciptakan langit dan bumi ). Kata ” God ” diterjemahkan : ” Allah ” dan diberi catatan kaki berikut ): ELOHIM ( sometimes : ELOH or ELAH ), English form : GOD , the first of the three pri-mary names od Denty, is a uni-plural noun formed from : EL – strength , or the strong one, and ALAH, to swear, to bin oneself by an oath, so implying faithfulness. This uni-plurality implied in the name is directly asserted in Gen. 1. .... Thus the TRINITY is latent in : ELOHIM. Sangat jelas dalam Catatan Kaki yang dikutip disebut kata ” ALLAH ” walaupun dalam bentuk huruf ” L ” tunggal : ALAH. Dalam edisi terbaru ternyata kata ” ALAH ” tidak lagi tercantum dalam Catatan Kaki sebagaimana yang dikutip berikut : ELOHIM ( English form : GOD ), the first of the names od Denty, is a plural noun but is singular in meaning when it refers to the true God. Emphasis in Gen. 1 : 26 is on the plurality in Deity ; in v. 27, on the unity of the devine Substance ( Cp. Gen. 3 : 22 ). The plural form of the word suggest the TRINITY. Kata ” ALAH ” ( ” Allah ” ) juga ” ELOH ” dan ” ELAH ” telah dihapus atau dibuang dari Catatan Kaki. Mengapa dibuang ?. Karena Kristen Barat sangat membenci adanya kata ” ALAH ” ( ”Allah”). Ketiga kata menunjukkan KEESAAN TUHAN, Tindakan pembuangan ketika kata, khususnya kata ” ALAH ” ( ” Allah ” ) diduga karena menunjukkan nama Tuhan yang sesungguhnya, yaitu ” ALAH ” ( ” Allah ” ) dalam bahasa Arab dan ” ELOH ” atau ” ELAH ” dalam bahasa Aramia. Terlihat ketidak-warasan Eja Kalima yang menyalahkan ummat Islam ( kaum Muslimin ) dalam penggunaan ” Allah ” karena tidak memahaminya menurut dogma Kristen, padahal penganut Kristen-lah yang ” mencopet ” kata ” Allah ” dari ummat Islam ( kaum Muslimin ) dan Al Qur’an lalu memberi pengertian menurut selera dogma Kristen yang dianut. Maling menyalahkan pemilik rumah yang dimalingi. Pertanyaan, apakah Tuhan Alkitab sama ataukah berbeda dengan Allah Al Qur’an ? Menurut Eja Kalima dengan kalimat samar-samar menyatakan perbeda-annya ( “ Allah orang Kristiani dan Islam tidak dijamin kesamaannya hanya karena keduanya mengklaim Tuhan yang esa “ ). Itu urusan Eja Kalima dan penganut Kristen umumnya. Supaya tidak sama, tentu sangat wajar bila penganut Kristen di negara-negara yang mayoritas Muslim jangan menggunakan kata ” Allah ” tapi gunakan saja ” Elohim ”– ” Yahwe ( Yahuwa – Huwa - Yehovah – Jehovah ) ” – " Adonay ”– ” Theos ”– ” Kryos ” atau apa saja menurut maunya penganut Kristen, khususnya menurut maunya Eja Kalima, yang penting bukan kata ” Allah ”. Ummat Islam ( kaum Muslimin ) sangat senang bila terjadi seperti itu supaya tidak ada orang Islam awam yang tertipu gara-gara penggunaan kata ” Allah ” yang sama secara hurufiah oleh penganut Kristen dan para evangelisnya tetapi dengan pengertian yang berbeda bahkan bertentangan. Sebenarnya apakah Tuhan yang disembah penganut Kristen dengan Allah yang disembah ummat Islam ( kaum Muslimin ), dipahami berbeda atau tidak, sangat bergantung dari sisi mana melihatnya, apakah dari sisi Esoteris ataukah dari sisi Eksoteris. Dari sisi Esoteris dan logika orang waras, dapat diyakinkan, Tuhan Yang Mencipta alam semesta hanya satu, tidak dua atau lebih. Tuhan yang mencipta orang-orang Kristen adalah Tuhan yang sama yang juga mencipta orang-orang Islam, orang-orang Yahudi, orang-orang Hindu dan Budha, dan manusia lainnya, juga segenap makhluq yang ada di alam semesta. Jika dipahami dan diyakini secara esoteris, jika ada Tuhan yang lebih dari satu , tentu antara tuhan-tuhan itu akan saling berkelahi berebut posisi “ Maha Kuasa “ dan berebut oposisi “ Hak disembah “. Tidak ada manusia waras yang berfikir adanya Tuhan lebih dari satu, secara esoteris. Dari sisi Eksoteris, konsep tentang apa dan bagaimananya Tuhan, berkembang dalam pemahaman dan pandangan manusia baik berdasarkan kitab suci masing-masing dan dogma agama yang dianut atau pun nalar manusia yang terbatas. Konsep “ Tuhan “ dalam Islam yang tauhid, pasti berbeda dengan konsep “ Tuhan “ dalam Kristen yang Trinitas, juga berbeda dengan konsep “ Tuhan “ dalam agama Hindu yang Trimurti dan seterusnya. Ini adalah wilayah di mana manusia boleh mempertanyakan kebenaran konsep tentang “ Tuhan “ yang diyakini pada suatu agama bahkan bisa mempertanyakan kebenaran konsep “ Tuhan “ yang diyakininya sendiri untuk menuju kepada kebenaran “ Tuhan “ secara Esoteris. Dari sisi Eksoteris, Tuhan yang disembah ummat Islam ( kaum Muslimin ) beda dengan Tuhan yang disembah penganut Kristen; begitu pula dengan Tuhan yang disembah penganut agama lain karena konsep ” Tuhan ” dalam sisi Eksoteris berbeda. Pernyataan apologi Eja Kalima tidak membatasi secara jelas, apakah pembe-daan Tuhan yang disembah antara Islam dengan Kristen, dari sisi Eksoteris ataukah dari sisi Esoteris. Menyimak pernyataan apologi Eja Kalima, jelas yang dimaksud adalah dari sisi Esoteris dari seharusnya dilihat dari sisi Eksoteris. Satu kesalahan besar. Bila Eja Kalima bertujuan membedakan Tuhan Alkitab dengan Allah Al Qur’an secara Esoteris, jelas merupakan demonstrasi kengawuran.