Kamis, 23 Juni 2022

AYAT-AYAT ALKITAB/BIBEL YANG BERTENTANGAN HANYA NAMPAKNYA SAJA BERTENTANGAN ? ( 1 )

PENDAHULUAN. Di bawah judul “ Beberapa ayat Kitab Suci yang nampaknya saling bertentangan “ pengasuh situs Katolisitas.com menjelaskan, ayat-ayat Alkitab/Bibel yang dikatakan sa-ling bertentangan, hanya nampaknya saja bertentangan tetapi sebenarnya tidak berten-tangan. Untuk itu pihak Katolisitas memberi penjelasan atas sejumlah ayat Alkitab/Bibel yang dituduh bertentangan tetapi dengan penjelasan yang diberikan pengasuh Kato-lisitas, terbukti ayat-ayat Alkitab/Bibel tersebut tidak bertentangan. Apakah demikian ? . Diulas mengenai ayat-ayat yang dibahas . 1. Abyatar atau Ahimelek ( Mrk 2 : 26; 1 Sam 21 : 1-6 ) ? Markus 2 : 26 : Di dalam hal ia sudah masuk ke dalam Rumah Allah, zaman Abiyatar Imam Besar, lalu makan roti persembahan itu, yang tiada halal dimakan melainkan oleh imam-imam saja dan diberikannya juga kepada orang yang sertanya . 1 Samuel 21 : 1-6 Arakian maka sampailah Daud ke Nob, kepada Imam Akhimelekh ………. (1) Maka kata Daud kepada Imam Akhimelekh : …………………………………………. (2) Maka sekarangpun, apakah di bawah tanganmu ? Berikanlah kiranya roti lima ketul ke-padaku atau barang makanan lain yang terdapat itu. (3) Maka sahut imam itu kepada Daud, katanya : “ Tiada padaku roti sebarang, melainkan roti suci juga yang ada, jikalau saja orang-orang musa itu sudah menahankan dirinya dari pada perempuan.(4) Maka sahut Daud kepada Imam itu , bahwasanya orang perempuan sudah ditahan dari pada kami …………………… (5) Lalu diberikanlah oleh Imam akan dia roti suci itu, sebab tiada roti lain…………..(6) Penjelasan pengasuh Katolisitas berfokus pada perbedaan nama Imam Besar Rumah Allah : “ Abiyatar “ ( Markus 2 : 26 ) dengan “ Akhimelekh “ ( 1 Semuel 21 : 1-6 ) untuk peristiwa yang sama yaitu Daud : “ MAKAN ROTI SUCI “. Pembahasan beberapa aspek yang berbeda antara kedua ayat dicukupkan pada perbedaan nama tersebut itu saja. Pengasuh Katolisitas memberi penjelasan berikut : Injil mencatat bahwa Yesus mengatakan bahwa hal itu terjadi “ waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar “, padahal kita tahu dari 1 Samuel bahwa sebenarnya bukan Abyatar yang menjabat sebagai Iman Besar waktu itu, melainkan ayahnya, Ahimelek. Ketika pengasuh Katolisitas mengatakan : “ Yesus mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘ waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar ’ ….“ kemudian diim-buhi kalimat pernya-taan : “…kita tahu dari 1 Samuel bahwa sebenarnya bukan Abyatar yang menjabat sebagai Iman Besar waktu itu, melainkan ayahnya, Ahimelek “ berarti Yesus keliru dengan pernyataannya. Penganut Kristen meyakini, Yesus adalah TUHAN. Kok Tuhan bisa keliru ?. Hal itu hanya menunjukkan, YESUS BUKAN TUHAN MELAINKAN SEORANG MANUSIA. Tanggapan penganut Kristen atas kesimpulan demikian yaitu, Yesus 100% Tuhan dan 100% manusia. Kekeliruan Yesus ( - ketika mengatakan : “ … hal itu terjadi ‘ waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar ’….“ padahal menurut 1 Samuel 21 : 1- 2 : “… bukan Abyatar yang menjabat sebagai Iman Besar waktu itu, melainkan ayahnya, Ahimelek …“- ) adalah dari sisi Yesus sebagai manusia bukan dari sisi Yesus sebagai Tuhan. Dari sisi sebagai Tuhan, Yesus tidak mungkin keliru. Jika tanggapan seperti itu adalah satu kebenaran, pertanyaan muncul : dalam keadaan Yesus yang bagaimana sehingga kita dapat membedakan YESUS SEBAGAI TUHAN dengan YESUS SEBAGAI MANUSIA ?. Menurut keyakini penganut Kristen, Yesus adalah INKARNASI FIRMAN ALLAH atau FIRMAN ALLAH YANG MEMANUSIA ( yang mewujudkan diri sebagai manusia ). Artinya, TUBUH JASMANI YESUS dengan segala tetek bengek kemanusiaannya adalah FIRMAN ALLAH atau WUJUD DARI FIRMAN ALLAH. Dengan kata lain, TUBUH JASMANI YESUS adalah TUHAN. Konsep “ INKARNASI “ telah menjadikan Yesus seutuhnya adalah TUHAN. Kesimpulan demikian menyanggah pemahaman tentang Yesus 100% Tuhan dan 100% manusia. Oleh karena itu tidak ada kilah untuk mengatakan, Yesus tidak melakukan kekeliruan ketika menyebut : “ waktu Abyatar men-jabat sebagai Imam Besar ….“ padahal yang benar seperti yang dikatakan pengasuh Katolisitas : “ … kita tahu dari 1 Samuel bahwa sebenarnya bukan Abyatar yang menja-bat sebagai Iman Besar waktu itu, melainkan ayahnya, Ahimelek “. Pengasuh Katolisitas berargumentasi lanjut dengan penjelasan : Kita melihat kecenderungan bahwa seseorang diingat untuk suatu peran/jabatan puncak yang pernah diembannya. Maka ketika menjabarkan tentang kisah Daud saat menggem-balakan domba-domba-nya, orang mengatakan demikian, “ Waktu Raja Daud menjadi gem-bala ….”, meskipun saat itu Daud belum menjadi Raja. Demikianlah, meskipun saat itu Abyatar belum menjadi Imam Besar, namun ia toh segera menjabat menjadi Imam Besar, dan itulah jabatan yang membuat orang mengenangnya; maka ia disebut dengan jabatan ini. Sebab memang kejadian itu terjadi ‘ in the days of Abiathar ’ yaitu pada masa Abyatar hidup. Sebab dikatakan dalam 1 Sam 22 : 20, bahwa ia luput dari penganiayaan Raja Saul, ketika Saul membunuh para imam Tuhan, termasuk seluruh keluarga ayahnya. Penjelasan pengasuh Katolisitas terkutip ditanggapi berikut : 1. Menurut pengasuh Katolisitas : “...kecenderungan bahwa seseorang diingat untuk suatu peran/jabatan puncak yang pernah diembannya “. Artinya, Yesus mengatakan tentang Daud: “….ia sudah masuk ke dalam Rumah Allah, zaman Abiyatar Imam Besar, lalu makan roti persembahan itu, yang tiada halal dimakan melainkan oleh imam-imam saja “ apakah karena Yesus tengah cenderung mengingat Abyatar ?. Mengapa Yesus mencampur aduk peristiwa “ MAKAN ROTI “ yang terjadi pada masa Raja Saul dan Imam Akhimelekh tetapi mengaitkannya dengan Abyatar gara-gara mengingat Abyatar ?. Model “ TUHAN “ macam apa yang demikian ?. Penjelas-an pengasuh Katolisitas terkait dengan proses psikologis berupa : “...kecenderungan bahwa seseorang diingat untuk suatu peran/jabatan puncak yang pernah diembannya “ sangat mengada-ada. Satu penjelasan asal bunyi demi mempertahankan tidak ada pertentangan antara Markus 2 : 26 dengan 1 Semuel 21 : 1-6 tentang tokoh Imam untuk peristiwa Daud : “ MAKAN ROTI SUCI “. 2. Sebagai contoh proses psikologis pada Yesus yang tengah mengingat Abyatar seba-gai Imam Besar pada peristiwa Daud: “ MAKAN ROTI SUCI “ sehingga mengatakan : “….ia sudah masuk ke dalam Rumah Allah, zaman Abiyatar Imam Besar, lalu makan roti persembahan itu,….” pengasuh Katolisitas menje- laskan : “ Maka ketika menja-barkan tentang kisah Daud saat menggembalakan domba-domba-nya, orang menga -takan demikian, “ Waktu Raja Daud menjadi gembala….”, meskipun saat itu Daud belum menjadi Raja “. Pada kitab mana – pasal dan ayat berapa dalam Alkitab/Bibel sebagai dasar bagi penjelasan demikian ?. Pertanyaan dihadirkan karena sebanyak 798 ayat sepanjang kitab 1 Samuel yang tersebar dalam 24 pasal, tidak ada satupun kalimat yang mengisahkan: “ Waktu Raja Daud menjadi gembala …”. Juga tidak ada ayat yang menyebut: “ Raja Daud “ melainkan hanya : “ Daud “ saja. Begitu pula kitab 2 Samuel, tidak ada kalimat yang mengungkap : “ Waktu Raja Daud menjadi gembala …” dan tidak ada ayat yang menyebut : “ Raja Daud “ ketika belum menjadi raja. Kecuali pada beberapa kitab yang berkisah tentang Daud dengan menyebut “ Raja Daud “ yaitu ketika Daud benar-benar menjadi raja Yehuda–Israil. Kitab Tawarikh pun tidak ada mencantumkan tutur kisah : “ Waktu Raja Daud menjadi gembala …”. Juga tidak ada ayat yang menyebut: “ Raja Daud “ melainkan hanya : “ Daud “ saja. Bisa jadi keliru baca. Oleh karena itu, pengasuh Katolisitas harus bisa menunjukkan ayat Alkitab/Bibel, khusus dalam kitab Samuel – kitab Raja-Raja dan kitab Tawarikh yang memuat kalimat yang berkisah : “ Waktu Raja Daud menjadi gembala …”. Jika tidak mampu menunjukkannya berarti pengasuh Katoli-sitas telah berdusta dan mengarang sendiri “ firman Tuhan “ yang berbunyi : “ Waktu Raja Daud menjadi gembala …” agar menjadi dasar argumentasi tidak adanya per-tentangan ucapan Yesus mengenai peristiwa “ MAKAN ROTI “ di masa “ IMAM ABYATAR “ ( Markus 2 : 26 ) dengan 1 Samuel 21 : 1-6 yang berkisah, peristiwa “ MAKAN ROTI “ dimaksud terjadi di masa “ IMAM AKHIMELEKH “ waktu SAUL menjadi raja Israil. Perlu disadari pengasuh Katolisitas jika pernyataan : “ …. Seseorang diingat untuk suatu peran/jabatan puncak yang pernah diembannya. Maka ketika menjabarkan tentang kisah Daud saat menggembalakan domba-dombanya, orang mengatakan demikian, “ Waktu Raja Daud menjadi gembala….”, meskipun saat itu Daud belum menjadi Raja “ sebagai penjelasan perbandingan yang membenarkan pernyataan Yesus : “ waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar ….“ ( Markus 2 : 26 ) padahal yang benar seperti yang dikatakan pengasuh Kato- lisitas : “ … bukan Abyatar yang menjabat sebagai Iman Besar waktu itu, melainkan ayah-nya, Ahimelek “, apakah saat mengatakan hal itu, Yesus lagi mengingat Abyatar sebagai Imam tetapi pada masa raja Israil yang mana ?. Mengapa Yesus bisa mengingat Abyatar ketika membicarakan peristiwa “ MAKAN ROTI “ yang terjadi di masa “ IMAM AKHIMELEKH “ dan SAUL menjadi raja Israil ?. Satu hal yang tidak disadari pengasuh Katolisitas yaitu jika penjelasan perbandingan yang membenarkan pernyataan Yesus : “ waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar ….“ ( Markus 2 : 26 ) berarti YESUS TELAH MELAKUKAN KEBOHONGAN gara-gara mengingat ABYA-TAR. Tuhan model apa yang demikian ?. Pengasuh Katolisitas tanpa sadar telah memberi penje- lasan yang MENGHINA YESUS yang justru adalah tuhan-nya. Penjelasan pengasuh Katolisitas terlalu mengada-ada yaitu hanya berdasarkan logika yang bersandar pada dogma Kristen yang dianut. Pengasuh Katolisitas memberi keterangan: “…meskipun saat itu Abyatar belum men-jadi Imam Besar, namun ia toh segera menjabat menjadi Imam Besar, dan itulah jabatan yang membuat orang mengenangnya “. Penjelasan pengasuh Katolisitas dipertanyakan : a. Ketika Yesus menyebut nama “Abyatar “ sebagai Imam Besar ( versi Markus 2: 26 ), apakah penyebutan itu dalam kerangka mengenang “Abyatar “ dengan mengabai-kan “Ahimelek “ yang saat itu menjadi Imam Besar ( versi 1 Samuel 21 : 1- 6 ) ?. b. Jika benar Yesus menyebut nama “Abyatar “ sebagai Imam Besar ( versi Markus 2: 26 ) dalam rangka mengenang Abyatar “, mengapa Yesus selaku Tuhan yang disembah penganut Kristen tidak tegas mengatakan,YANG BENAR ADALAH AKHI- MELEKH ( 1 Samuel 21 : 1- 6 ), BUKAN ABIYATAR ( Markus 2 : 26 ) ?. c. Benarkah Yesus yang menyebut nama “Abyatar “ sebagai Imam Besar?. Ataukah yang mengatakannya adalah pengarang Injil Markus yang tidak dikenal tetapi menyebut nama “ Yesus “ sebagai yang mengatakannya ?. Sekali lagi : Berdasarkan penjelasan pengasuh Katolisitas yang demikian, disimpulkan, YESUS TELAH BERBOHONG ! Atau TUHAN YANG DISEMBAH PENGANUT KRIS-TEN ADALAH SEORANG MANUSIA PEMBOHONG. Atau kemungkinan lain : PENGA-RANG INJIL MARKUS MELAKUKAN KEBOHONGAN DENGAN MENGATAS-NAMA-KAN YESUS jika Yesus bukan seorang pembohong. Artinya kitab Injil Markus adalah KITAB SUCI PALSU. Fakta ini menunjukkan, penganut Kristen tidak mampu membukti-kan Alkitab/Bibel adalah KITAB SUCI. Pengasuh Katolisitas menjelaskan lanjut : Selain itu, para ahli Kitab Suci juga menyebutkan bahwa dari kata aslinya yang dipakai, yaitu frasa dalam bahasa Yunani: epi Abiathar archieros “, kata “ epi “ dapat diartikan tidak saja sebagai “ waktu “ atau pada saat. Sebab kata “ epi “ juga dapat diartikan sebagai “ tempat “, atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Inggris, “ upon “. Dalam Injil Markus, terdapat 21 kali kata “ epi “ digunakan dan 18 di antaranya diterjemahkan/ dihubungkan dengan tempat dan bukan dengan waktu. Dengan demikian, terjemahan “ waktu “ di ayat Mrk 2 : 26 ini sebenarnya bukan terjemahan satu- satunya yang paling tepat. Kok yang dijelaskan masalah kata “ epi “ ?. Baiklah ! Bila penjelasan pengasuh Kato-lisitas tentang “ epi “ memiliki nilai yang bermakna untuk menunjukkan tidak berbeda-nya versi 1 Samuel 21:1- 6 yang menyebut “AKHIMELEKH “ dengan versi Markus 2 : 26 yang menyebut “ ABIYATAR “ sebagai Imam Besar dalam peristiwa Daud “ MAKAN ROTI “ di mana kata “ epi “ mempunyai dua makna yaitu “ waktu “ dan “ tempat “, bagaimana penerjemahan “ epi Abiathar archieros “ yang tepat untuk diterapkan bagi kedua makna tersebut sehingga versi 1 Samuel 21 : 1- 6 yang menyebut “AKHIMELEKH “ dengan versi Markus 2: 26 yang menyebut “ ABIYATAR “ sebagai Imam Besar dalam peristiwa Daud “ MAKAN ROTI “ tidak berbeda ?. Pengasuh Katolisitas tidak usah mencari-cari alasan agar versi 1 Samuel 21 : 1- 6 dengan versi Markus 2: 26 tidak dika-takan bertentangan padahal sudah jelas bertentangan. Untuk diketahui oleh pengasuh Katolisitas, Markus 2: 26 dalam naskah Yunani manuskrip Vaticanus tidak mengatakan : “ epi Abiathar archieros “ melainkan : “ Έπί Άβιάθαρ τοϋ άρχιερέως “ ( “ epi Abiathar ton archierows “ ) dengan terjemahan harfiah : “ to Abiathar of the high-priest “ ( pada [masa] Abiathar Imam Besar ). Manuskrip mana yang dirujuk pengasuh Katoli-sitas sehingga mengangkat teks dengan bunyi : “epi Abiathar archieros“ ?. Kata “ epi “ diterjemahkan dengan “ to “ ( bhs. Inggeris ) bukan “ upon “ seperti yang dikatakan pengasuh Katolisitas dan dapat diartikan dengan “ waktu “ dan “ tempat “ . Bagaimana penjelasan pengasuh Katolisitas dalam hal ini ? Menarik disimak adalah terjemahan oleh Benyamin Wilson dalam The Emphatic Diag-lott : “ to Abiathar ( son ) of the high-priest “ yang berarti : “ pada [masa] Abiathar (anak laki-laki) dari Imam Besar “. Satu upaya memadu dua versi agar tidak dikatakan versi Markus 2 : 26 bertentangan dengan versi 1 Samuel 21 : 1- 6. Satu upaya yang sia-sia dalam memadu dua versi yang bertentangan . Mengapa Yesus tidak mengatakan saja : “ to Akhimelekh of the high-priest “ daripada mengatakan “ to Abiathar of the high-priest “ yang membuat bingung penganut Kristen yang rasional, tidak dogmatis ?. Penjelasan pengasuh Katolisitas tentang “ epi “ tidak bermakna secuilpun bagi kejelasan “ firman Tuhan “ karena sangat menyimpang dari tema bahasan. Seharusnya penjelasan pengasuh Katolisitas memfokus pada : MANA YANG BENAR NAMA IMAM BE-SAR PADA RUMAH ALLAH YANG MEMBERI DAUD ROTI, APAKAH “ ABIYATAR “ ATAUKAH “AKHIMELEKH “ ( versi 1 Semuel 21 : 1- 6 : “ Akhimelekh “ dan versi Markus 2 : 26 : “Abiyatar “ ) sesuai pernyataan pengasuh Katolisitas : “…Yesus mengatakan bahwa hal itu terjadi “ waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar “, padahal kita tahu dari 1 Samuel bahwa sebenarnya bukan Abyatar yang menjabat sebagai Iman Besar waktu itu, melainkan ayahnya, Ahimelek “. Mengapa bisa berbeda ?. Inilah yang seharusnya dijelaskan, bukan menjelaskan istilah “ epi “ yang menurut pengasuh Katolisitas mempunyai arti “ waktu “ dan “ tempat “ tetapi berbeda dengan terjemahan harfiah : “ to “ dalam The Emphatic Diaglott. Juga berikan contoh penerapan kata “ wak-tu “ dan “ tempat “ dalam terjemahan atas “ epi Abiathar archieros “ . Pembahasan mengenai Saul dan pembunuhan para Imam termasuk Akhimelekh cukup menarik untuk dianalisa lanjut. Telah dikemukakan oleh pengasuh Kato-lisitas , Imam Akhimelekh mati terbunuh pada masa raja Saul berkonflik dengan Daud ( “ Sebab dika-takan dalam 1 Sam 22 : 20, bahwa ia luput dari penganiayaan Raja Saul, ketika Saul membunuh para imam Tuhan, termasuk seluruh keluarga ayahnya “ ). 1 Samuel 22 : 11 – 20 berkisah tentang dialog raja Saul dengan Imam Akhimelekh dan pembantaian Imam-Imam : Maka disuruhkan baginda akan orang pergi memanggil Imam Akhimelekh bin Ahitub dan segala orang isi rumah bapanya yaitu segala Imam di Bob; maka datanglah mereka ini sekalian menghadap baginda. Maka titah Saul: “ Dengarlah olehmu, hai bin Ahitub !“. Maka sahutnya: “ Daulat tuanku “. Maka titah Saul kepadanya : “ Mengapa kamu sekalian sepakat hemdak melawan aku, baik kamu, baik bin Isai itu, sehingga kamu sudah memberikan dia roti dan pedang itu dan kamu sudah bertanyakan Allah akan halnya; supaya ia mendurhaka kepadaku dan menjadi pengadang seperti halnya sekaran ini adanya. Maka sahu Akhimelekh kepada baginda, sembahnya : “ Bahwa daripada segala hamba tuanku, siapa gerangan yang setiawan seperti Daud ?. Bahwa ialah menantu tuanku dan diterima dalam bicara tuanku dan kehormatan dalam istana tuanku !. Baru sekali ini jua patik bertanyakan Allah akan halnya. Dijauhkan Allah kiranya ! Jangan apalah tuanku menanggungkan sesuatu itu kepada patik tuanku atau kepada orang isi rumah bapak patik, karena sedikit tiada patik ketahui akan perkara itu baik besar , baik kecil. Tetapi titah baginda : “ Hai Akhimelekh !. Tak akan jangan engkau mati dibunuh, baik eng-kau baik segenap orang isi rumah bapamu !. Lalu titah baginda kepada segala biduandanya yang berdiri sertanya : “ Baliklah kamu ; bunuhlah segala Imam Tuhan itu, sebab mereka itu juga sepakat dengan Daud dan dari sebab diketahuimya akan hal larinya, maka tiada diberinya tahu aku. Tetapi engganlah segala hamba baginda itu mengangkat tangannya akan menyerbu kepada segala i8mam Tuhan itu. Lalu titah baginda kepada Dowej : “ Baliklah engkau dan serbulah akan segala Imam itu !. “ Maka bailklah Dowej orang Edom itu, diserbunya pada hari itu juga, delapan puluh lima orang laki-laki yang berpakaian jubah putih. Dan lagi dibunuhnya segala orang isi Nob, negeri imam itu dengan mata pedang, daripada laki-laki dan perempuan daripada budak-budak dan anak-anak penyusu, bahkan segala lembu dan keledai dan kambingpun dibunuhnya dengan mata pedang. Hanya seorang daripada segala anak Akhimelekh bin Ahitub luput, namanya Abyatar, maka larilah ia mengikut Daud. Pengisahan 1 Samuel 22 : 11 – 20 menegaskan secara pasti, Akhimelekh menjadi salah seorang Imam dan mati terbunuh pada masa raja Saul ketika berkonflik dengan Daud. Di sisi lain kita mengalami kesulitan memastikan, kapan dan pada masa raja Yahudi yang mana, Abyatar menjadi Imam Besar seperti yang dikatakan oleh Yesus. Bisa dipastikan bukan terjadi di masa raja Saul dan mungkin di masa raja Daud tetapi tidak ada petunjuk sedikitpun akan hal itu dalam Alkitab/Bibel. Sekalipun 1 Samuel 21 : 20 mengisahkan luputnya Abyatar dari pembantaian Dowey suruhan raja Saul, namun pengisahan selanjutnynya tidak menyebut sama sekali, Abyatar sebagai Imam khususnya di masa raja Daud. Begitu pula kitab 2 Samuel, tidak satu pun ayat yang menyebut Abyatar sebagai Imam. Hanya pada 1 Tawarikh 18 : 16 terangkat nama “ Abyatar “ yang disebut sebagai ayah Abimelekh ( bukan “ Akhimelekh “ ) yaitu “ Abimelekh bin Abyatar “ , salah seorang Imam di masa raja Daud. Kita tidak tahu, apakah “ Abyatar “ dalam penyebutan “ Abimelekh bin Abyatar “ adalah “ Abyatar “ anak Akhimelekh. Dengan demikian keberadaan penyebutan Abyatar sebagai Imam Besar sulit ditelusuri. Yesus telah melakukan kekeliruan dengan mengatakan Abyatar sebagai Imam Besar. Berikutnya diulas mengenai kematian Saul yang terkisah sama pada dua tempat dalam Alkitab/Bibel yaitu 1 Samuel 31 dan 1 Tawarikh 10 dengan jalan pengisahan yang hampir sama tetapi dengan sejumlah perbedaan. Keduanya dikutip berikut : Pengisahan 1 Samuel 31 : 1-6 Arakian maka berperanglah orang Filistin dengan orang Israil ; lalu larilah orang Israil dari hadapan orang Filistin dan rebahlah mati mereka itu di atas pegunungan Gilboa. Maka orang Filistin tampil kepada SAUL DAN KEPADA SEGALA PUTERA BAGINDA, dibu-nuhnya akan YONATAN dan AMINADAB dan MALKHISUA, ketiga orang putera SAUL itu. Maka makinlah ramai perang dengan SAUL karena pasukan orang pemanah menghampiri dia , lalu IA PUN DILUKAKAN PARAH oleh orang pemanah itu. Maka titah SAUL kepada bentara baginda : “ Hunuslah pedangmu, TIKAMLAH AKAN AKU dengan dia, asal jangan orang kulup ini datang menikam aku setelah diolok-olokkannya aku dahulu. Maka bentara itupun tiada mau karena sangatlah takutnya. Maka sebab itu diambil SAUL sendiri akan pedangnya lalu direbahkannya dirinya kepadanya. Setelah dilihat oleh bentara itu akan hal SAUL SUDAH MATI, maka ia pun merebahkan dirinya kepada pedangnya, lalu matilah ia serta dengan baginda. Demikian matilah SAUL dan KETIGA ORANG PUTERANYA dan bentaranya dan segala rakyatnya bersama-sama pada sehari itu juga; maka segenap orang isi istananya mati sertanya. Pengisahan 1 Tawarikh 10 : 1- 12 . Sebermula maka berperanglah orang Filistin dengan orang Israil ; lalu larilah segala orang Israil dari hadapan orang Filistin dan rebahlah mereka itu mati di atas pegunungan Gilboa. Maka orang Filistin pun mengejar akan SAUL DAN SEGALA PUTERANYA dari belakang dan dibunuh orang Filistin akan YONATAN dan ABINADAB dan MALKHISUA, putera SAUL itu. Maka makin sangat perang itu mengimpit akan SAUL karena orang-orang pemanah itu manampil kepadanya sehingga IA PUN DILUKAKAN oleh orang pemanah itu. Maka titah SAUL kepada bentaranya : “ Hunuslah pedangmu, TIKAMLAH AKU dengan dia, asal jangan orang kulup itu datang mengolok-olok akan daku. Tetapi engganlah bentaranya karena sangatlah takutnya. Maka diambil SAUL akan pedangnya lalu direbahkan dirinya kepadanya. Demi dilihat bentara itu akan hal SAUL SUDAH MATI, maka ia pun merebahkan dirinya kepada pedangnya, lalu mati. Demikianlah peri mati SAUL dan KETIGA PUTERANYA ; maka segenap orang isi istananya mati sertanya. Berdasarkan pengisahan 1 Samuel 31 : 1-6 dan 1 Tawarikh 10 : 1- 12 diketahui RAJA SAUL MATI BUNUH DIRI dengan cara merebahkan diri pada pedangnya. Begitu pula bentaranya ( anggota pasukan ) yang disuruh raja Saul untuk membunuhnya – tetapi menolak melakukannya – ikut bunuh diri dengan cara yang sama setelah melihat raja Saul mati bunuh diri. Pengisahan ini sangat berbeda dan bertentangan dengan kisah yang dituturkan 2 Samuel 1 : 1-15 yang dikutip singkat berikut : …tiba-tiba datanglah seorang dari balatentara yang serta dengan SAUL itu …….Maka apa-bila sampailah ia kepada Daud, sujudlah ia sampai ke bumi sambil menundukkan dirinya. Maka kata DAUD kepadanya : “ Darimana engkau ? “. Maka sahutnya : “ Saya sudah lari berlepas diri saya dari dalam balatentara orang Israil. Lalu kata DAUD kepadanya : “ Bagaimana halnya ? “. Maka diceritakannyalah bagaimana orang banyak itu sudah lari dari peperangan dan lagi banyak rakyat sudah rebah mati dibu-nuh dan lagi SAUL dan YONATAN anaknyapun sudah mati. Maka kata DAUD kepada orang muda yang membawa kabar itu kepadanya : “ Bagaimana engkau tahu akan hal SAUL dan YONATAN anaknya sudah mati ? “. Maka sahut orang muda yang membawa kabar itu itu kepadanya : “ Bahwa tiba-tiba datang-lah saya di atas gunung Gilboa, maka sesungguhnya SAUL adalah bersandar kepada pen-dahannya, maka sesungguhnya beberapa rata dan orang berkudapun menampil kepadanya. Maka menoleh ia, dilihatnya saya lalu dipanggilnya saya maka sembah saya: ‘ Patik tuanku‘. Maka titahnya kepada saya : ‘ Siapakah engkau ? ‘. Maka sembah saya kepadanya : ‘ Patik ini seorang orang Amalek ‘. Maka titahnya kepada saya : ‘ Bangkitlah engkau melawan aku dan bunuhlah akan daku karena baju zirha ini menahankan daku, maka sepenuh-penuhnya nyawa adalah lagi dalam aku ‘. Maka berbangkitlah saya melawan dia, SAYA BUNUH AKAN DIA karena saya ketahui akan hal kemudian daripada rebahnya tiada boleh ia hidup lagi. Lalu saya ambil akan makota yang di atas kepalanya dan akan pontoh yang pada lengannya, saya bawa kemari kepada tuan saya “ ............................................................................................................................................ Maka kata DAUD kepadanya : “ Bagaimana tiada engkau takut mengangkat tanganmu akan membinasakan orang yang telah disiram bagi Tuhan ? “. Maka dipanggil Daud akan salah seorang daripada segala orang muda-muda itu lalu kata-nya : “ Marilah engkau, terkamlah akan dia ! “. Maka dipa- rangnya akan dia lalu matilah orang itu. Pengisahan tentang kematian SAUL yang terangkat dalam 2 Samuel 1 : 1-15 sangat berbeda dan bertentangan dengan pengisahan yang diangkat 1 Samuel 31 : 1-6 dan 1 Tawarikh 10 : 1-12 yaitu : - Menurut 1 Samuel 31 : 1-6 dan 1 Tawarikh 10 : 1 - 12, raja SAUL MATI BUNUH DIRI dengan cara merebahkan dirinya pada mata pedangnya setelah seorang tentaranya yang diperintah membunuhnya tidak mau melakukannya. Sedangkan ten-tara yang diperintah SAUL membunuhnya – tetapi menolaknya – setelah melihat raja SAUL mati bunuh diri, juga MELAKUKAN BUNUH DIRI dengan cara yang sama yaitu merebahkan diri di atas mata pedangnya. - Menurut 2 Samuel 1 : 1-15, raja SAUL MATI DIBUNUH OLEH TENTARA yang diperintahkan membunuhnya. Kemudian tentara tersebut mengambil mahkota di atas kepala raja SAUL dan membawa mahkota tersebut ke Daud. Tentara ini kemudian DIBUNUH OLEH PENGAWAL DAUD atas perintah Daud Sangat berterntangan !. Bagaimana pengasuh Katolisitas bisa menjelaskan pertentang-an pengisahan 2 Samuel 1 : 1-15 dengan 1 Samuel 31 : 1-6 dan 1 Tawarikh 10 : 1-12 tentang cara kematian SAUL bila meyakininya sebagai tidak bertentangan ?. Keseluruhan bahasan ini mempertegas adanya pertentangan antara versi Markus 2 : 26 dengan versi 1 Samuel 21 : 1- 6 mengenai nama Imam Besar pada peristiwa DAUD “ MAKAN ROTI “ dalam Rumah Allah. Tidak ada penjelasan yang masuk akal untuk menunjukkan tidak adanya pertentangan antara versi Markus 2 : 26 dengan versi 1 Sa-muel 21 : 1- 6. B. Mendengar tapi tidak melihat ( Kis 9 : 7 ) atau melihat tapi tidak mendengar ( Kis 22:9 ) ? Pengasuh Katolisitas berkata : Di Kis 9:7 dikatakan bahwa teman seperjalanan Rasul Paulus ‘mendengar tapi tidak melihat’, sedangkan dalam Kis 22:9 dikatakan bahwa mereka ‘ melihat cahaya tetapi tidak mendengar ’ Mari kita melihat teks lengkapnya: Kis 9:7, “ Maka termangu-mangulah teman-teman seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu, tetapi tidak melihat seorang juga pun” Kis 22:9, “Dan mereka yang menyertai aku [Paulus], memang melihat cahaya itu, tetapi suara Dia, yang berkata kepadaku, tidak mereka dengar.” Menurut keterangan dari buku Haydock’s Commentary on Holy Scripture, tentang kedua ayat tersebut dikatakan bahwa kemungkinan yang didengar oleh para pengantar Rasul Paulus adalah hanya suara Rasul Paulus yang bicara, ataupun adanya suara yang tak jelas yang tak dapat mereka pahami, sehingga dikatakan, bahwa mereka mendengar suara (Kis 9:7), namun tidak mendengar suara Tuhan yang berkata kepada Rasul Paulus (lih. Kis 22:9). Di samping itu mereka juga melihat cahaya (Kis 22:9), namun tidak melihat seorangpun (lih. Kis 9:7). TANGGAPAN : Kedua ayat Perjanjian Baru – KRR 9 : 7 dan KRR. 22 : 9 - adalah bagian pengisahan perjalanan Paulus yang menurut kutipan pengasuh Katolisitas adalah berikut ( menurut versi Alkitab LAI 1968 ): Kis 9: 7, “ Maka orang yang berjalan bersama-sama dengan dia itupun berdiri tercengang MENDENGAR SUARA ITU TETAPI TIADA NAMPAK BARANG SEORANGPUN ” Kis 22 : 9, “ Sungguhpun segala orang yang bersama-sama dengan aku [Paulus ], NAMPAK CAHAYA ITU TETAPI TIADA MENDENGAR SUARA DIA yang berkata kepadaku itu dengar ”. Pernyataan “ Mendengar tapi tidak melihat “ ( Kis 9 : 7 ) bagaimanapun pasti ber-tolak-belakang dengan “ Melihat tapi tidak mendengar “ ( KRR. 22 : 9 ). Pengasuh Katolisitas mengatakan, hal itu tidak bertentangan dengan memberi penjelasan berikut : Menurut keterangan dari buku Haydock’s Commentary on Holy Scripture, tentang kedua ayat tersebut dikatakan bahwa kemungkinan yang didengar oleh para pengantar Rasul Paulus adalah hanya suara Rasul Paulus yang bicara, ataupun adanya suara yang tak jelas yang tak dapat mereka pahami, sehingga dikatakan, bahwa mereka mendengar suara (Kis 9:7), namun tidak mendengar suara Tuhan yang berkata kepada Rasul Paulus (lih. Kis 22:9). Di samping itu mereka juga melihat cahaya (Kis 22:9), namun tidak melihat seorangpun (lih. Kis 9:7). Pengasuh Katolisitas tidak memberi penjelasan apa-apa atas permasalahan yang diangkat berdasarkan Alkitab/Bibel melainkan menyandarkan diri pada buku Haydock’s Commentary on Holy Scripture yang menjelaskan : “ …kemungkinan yang didengar oleh para pengantar Rasul Paulus adalah hanya suara Rasul Paulus yang bicara “ atau “ adanya suara yang tak jelas yang tak dapat mereka pahami" sehingga dikatakan, bahwa mereka mendengar suara “ seakan-akan komentar yang diberikan adalah WAHYU TUHAN. Kok aneh ! Membela “ tidak adanya perbedaan antar ayat Alkitab/Bibel “ dengan menggunakan kata “ kemungkinan “ , suatu kata yang menegaskan ketidak-pastian kebenaran penjelasan yang diberikan, sungguh menyiratkan satu kebohongan. Begitu juga main “ duga-duga “ dengan mengatakan “ adanya suara yang tak jelas yang tak dapat mereka pahami “. Kebenaran ajaran Kristen model apa yang ditegakkan dengan kata “ kemungkinan “ dan main “ duga-duga “ ?. Tunjukkan ayat Alkitab/Bibel yang menjadi landasannya ketika bermain kata “ kemungkinan “ dan main “ duga-duga “. Penjelasan jungkir balik ini ditunjukkan dengan penjelasan yang tidak keruan-keruan : “ adanya suara yang tak jelas yang tak dapat mereka pahami, sehingga dikatakan, bahwa mereka mendengar suara “. Persoalannya yaitu mendengar “ suara itu “ tetapi tidak melihat siapa yang mengatakannya, bukan mendengar “ suara yang tidak jelas “ sehingga dikatakan “ mereka mendengar suara “. Jangan menjelaskan dengan putar balik. Kata “ suara itu “ ( LAI 1968 – 1971- 1976 - 1986; Perjan-jian Baharu 1977) - “ the voice “ (The New Testament In Todays English Version – The Jerusalem Bible New Testament – Good News Bible – New Testament in Contemporary English) – “ a voice “ ( Holy Bible – Perjanjian Baru/New Testament ) dalam ayat KRR. 9 : 7 menunjukkan dapat dipahami ,bukan tidak dipahami. Hanya saja dilihat siapa yang mengeluarkan “ suara itu “ – “ the voice “ - “ a voice “. Bagaimana wujud “ suara itu “ – “ the voice “ - “ a voice “ itu ?. Kata “ itu “ ( pada “ suara itu “ ) dan “ the “ ( pada “ the voice “ ) menunjuk kepada suara yang didengar Paulus yaitu “ Saul,Saul, apakah sebabnya engkau aniayakan Aku ? “ ( KRR .9 : 4 ) - “ Aku-lah Yesus yang eng-kau aniayakan. Bangkit dan masuklah ke dalam negeri, di sana akan dikatakan kepada-mu barang yang wajib engkau perbuat “ . Itulah “ suara itu “ atau “ the voice “ atau “ a voice “ yang didengar orang-orang yang berjalan bersama Paulus, tetapi yang mengucapkannya tidak terlihat ( KRR. 9 : 7 ). Sangat jelas !!!. Untuk hal yang sangat jelas ini, bagaimana bisa mengatakan : “ …. kemungkinan yang didengar oleh para pengantar Rasul Paulus adalah hanya suara Rasul Paulus yang bicara, ataupun adanya suara yang tak jelas yang tak dapat mereka pahami “ bersandar pada dari buku Haydock’s Commentary on Holy Scripture, bukan menurut ayat Alkitab/Bibel. Jangan memberi penjelasan yang hendak menyanggah fakta perbedaan yang sangat terang benderang antara KRR 9 : 7 dengan KRR. 22 : 9. C. 7 tahun atau 3 tahun ( 2 Sam 24 : 13 dengan 1 Taw 21 : 11 – 12 )? Pengasuh Katolisitas berkata : Perbedaan 2 Samuel 24:13: 7 tahun kelaparan (7 years of famine), sementara di 1 Tawarikh 21:11-12 (1 Chr 21:11-12), hanya 3 tahun kelaparan (3 years famine). Demikianlah penjelasan yang dirangkum dari Haydock Catholic Commentary Bible dan A Catholic Commentary on Holy Scriptures : Salinan teks dalam bahasa Ibrani menyebutkan tujuh tahun, sedangkan salinan teks Septuaginta dan beberapa salinan Arab menyebutkan tiga tahun. ‘Tiga’ tahun (angka tiga) nampaknya lebih sesuai dengan rangkaian angka tiga yang terkait dengan pernyataan hukuman lainnya. …Gad -nabi yang mengunjungi Daud- dapat saja awalnya menyebut tujuh tahun kelaparan, namun kemudian menguranginya menjadi tiga tahun…. Atau, bahwa Tuhan memberikan tiga tahun hukuman bagi Raja Daud untuk rasa ingin tahunya akan kekuatan kerajaannya (sebab penghitungan sensus berkaitan dengan pajak yang artinya juga adalah kekayaan bagi kerajaan); dan masa tiga tahun hukuman ini, dengan masa tiga tahun kelaparan yang saat itu memang sudah terjadi (lih. 2 Sam 21:1) mengakibatkan pada tahun ketujuh, atau tahun sabatikal, tidak ada yang dapat dipanen. Sehingga masa kelaparan total yang ditawarkan oleh Gad adalah tujuh tahun. Dengan demikian, baik angka tiga tahun maupun tujuh tahun adalah sama-sama benar, dilihat dari manakah permulaan penghitungannya. Jika terjemahan LAI kemudian menyamakan ‘3 tahun’ (dengan mengacu kepada salinan teks Septuaginta dan Arab) dalam terjemahan 1976 untuk ayat 2 Samuel 24:13 dan 1 Tawarikh 21:11-12, tidak mengubah kenyataan bahwa memang terdapat dua jenis teks dalam salinan Kitab Suci, namun hal ini tidaklah menjadi permasalahan, sebab kedua pernyataan tersebut, tergantung dari manakah permulaan penghitungannya, tetaplah menyampaikan kebe- naran. Di atas semua itu, yang terpenting ditangkap maksud intinya, yaitu bahwa Raja Daud harus menanggung akibat dari kesalahannya. TANGGAPAN : Kedua kelompok ayat yang dibicarakan, dikutip berikut menurut versi Alkitab LAI 1968: 2 Sam 24 : 13 : Maka datanglah Gad kepada Daud, diberinya tahu kepadanya firman itu lalu katanya : “ Maukah engkau suatu bala kelaparan tujuh tahun lamanya berlaku dalam negerimu ?. Atau maukah engkau lari tiga bulan lamanya dari hadapan musuhmu yang mengusir akan dikau ?. Atau maukah engkau suatu bala sampar tiga hari lamanya dalam negerimu ? Sekarang hendaklah engkau berfikir dan menimbang baik-baik, apa jawab akan kubawa kembali kepada Dia yang sudah menyuruhkan daku. 1 Taw 21 : 11 – 12 : Maka datanglah Gad menghadap Daud serta katanya kepadanya : “ Demikianlah firman Tuhan : Hendaklah engkau pilih. Atau bala kelaparan tiga tahun lamanya atau tewas di hadapan musuhmu tiga bulan lama-nya sehingga engkau dihambat oleh pedang musuhmu atau pedang Tuhan makan tiga hari lamanya yaitu bala sampar di dalam negeri dan seorang malaekat Tuhan mem-binasakan orang pada segala tepi tanah orang Israil ?. Maka sekarang juga hendaklah kau timbang apa jawab kubawa kembali kelak kepada Dia yang sudah menyuruhkan daku. Pengasuh Katolisitas memberi penjelasan ketidak-bertentangan kedua ayat yang diba-has berdasarkan Haydock Catholic Commentary Bible dan A Catholic Commentary on Holy Scriptures : Salinan teks dalam bahasa Ibrani menyebutkan tujuh tahun, sedangkan salinan teks Sep-tuaginta dan beberapa salinan Arab menyebutkan tiga tahun. “ Tiga “ tahun ( angka tiga ) nampaknya lebih sesuai dengan rangkaian angka tiga yang terkait dengan pernyataan hukuman lainnya. …Gad - nabi yang mengunjungi Daud - dapat saja awalnya menyebut tujuh tahun kelaparan, namun kemudian menguranginya menjadi tiga tahun…. Atau, 3 bahwa Tuhan memberikan tiga tahun hukuman bagi Raja Daud untuk rasa ingin tahunya akan kekuatan kerajaannya ( sebab penghitungan sensus berkaitan dengan pajak yang artinya juga adalah kekayaan bagi kerajaan ); dan masa tiga tahun hukuman ini, dengan masa tiga tahun kelaparan yang saat itu memang sudah terjadi ( lih. 2 Sam 21 : 1 ) mengakibatkan pada tahun ketujuh, atau tahun sabatikal, tidak ada yang dapat dipanen. Sehingga masa kelaparan total yang ditawarkan oleh Gad adalah tujuh tahun. Dengan demikian, baik angka tiga tahun maupun tujuh tahun adalah sama-sama benar, dilihat dari manakah permulaan penghitungannya. Penjelasan pengasuh Katolisitas untuk menegaskan ketidak-bertentangan 2 Samuel 24 : 13 dengan 1 Tawarikh 21 : 11 – 12 baru benar bila bala kelaparan yang ditawar-kan Tuhan kepada Daud melalui Gad sebagai salah satu pilihan tawaran, bila benar-benar terjadi ( - menurut 2 Samuel 24 : 13 : selama 7 tahun dan menurut 1 Tawarikh 21 : 11 – 12 : selama 3 tahun ). Bagaimana penegasan Alkitab/Bibel tentang hal itu, apakah tawaran pilihan tersebut, terjadi atau tidak pernah terjadi ? . Ayat 1 Tawarikh 21:14 sebagai kelanjutan 1 Tawarikh 21 : 11-12 memperjelas mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada bani Israil akibat tindakan Yoab yang tidak men-sen-sus bani Lewi dan bani Benyamin yaitu Tuhan mendatangkan BALA SAMPAR sehingga tujuh puluh ribu orang bani Israil mati ( “ …didatangkan Tuhan suatu BALA SAMPAR di antara orang Israil, maka daripada orang Israil matilah tujuh puluh ribu orang “ ), BUKAN DITIMPA BALA KELAPARAN SELAMA TIGA TAHUN. Hal yang sama ditegaskan pula oleh 2 Samuel 24 : 14 sebagai kelanjutan 2 Samuel 24 : 13. Ini menjadi dalil, tidak per-nah terjadi bala kelaparan selama tiga tahun atas orang-orang Israil sebagai salah satu pilihan hukuman yang ditawarkan Tuhan kepada Daud melalui Gad. Dengan demikian penjelasan pengasuh Katolisitas tentang ketidak-bertentangan ayat 2 Samuel 24 : 13 ( bala kelaparan selama 7 tahun) dengan ayat 1 Tawarikh 21 : 11–12 ( bala kelaparan selama tiga tahun ) adalah penjelasan tanpa dasar Alkitab/Bibel sama sekali. Hanya reka-rekaan dogmatis semata-mata dan sangat tidak layak untuk ditampilkan karena sifatnya mengelabui. Sekalipun sudah jelas ketidak-benaran penjelasan pengasuh Katolisitas, namun tetap disimak penjelasan pengasuh Katolisitas yang mendasarkan pada Haydock Catholic Commentary Bible dan A Catholic Commentary on Holy Scriptures menghadirkan keti-dak-pastian bagaimana sesungguhnya yaitu dengan berkata: “ dapat saja “ yang berarti “mungkin “ atau “ bisa jadi “ yang terkait dengan pilihan : a. Gad - nabi yang mengunjungi Daud - dapat saja awalnya menyebut tujuh tahun kelaparan, namun kemudian menguranginya menjadi tiga tahun…. b. Atau, [ “ dapat saja “ ] bahwa Tuhan memberikan tiga tahun hukuman bagi Raja Daud untuk rasa ingin tahunya akan kekuatan kerajaannya ( sebab penghitungan sensus berkaitan dengan pajak yang artinya juga adalah kekayaan bagi kerajaan ); c. dan [ “ dapat saja “ ] masa tiga tahun hukuman ini, dengan masa tiga tahun kelaparan yang saat itu memang sudah terjadi ( lih. 2 Sam 21 : 1 ) mengakibatkan pada tahun ketujuh, atau tahun sabatikal, tidak ada yang dapat dipanen. Padahal yang dibutuhkan adalah KEPASTIAN karena penganut Kristen meyakini, Alkitab/Bibel adalah KITAB SUCI karena berisi FIRMAN ALLAH sehingga perbedaan-perbedaan antara ayat-ayat Alkitab/ Bibel ketika berbicara hal yang sama, tidak bisa dijelaskan dengan “ dapat saja “ yang berarti “ mungkin “ atau “ bisa jadi “. Kosa kata ini hanya menunjukkan penafsiran yang tidak benar mengenai ayat “ KITAB SUCI “. Mana pilihan yang benar dari tiga pilihan yang disebutkan dalam menjelaskan perbe-daan ayat-ayat Alkitab/Bibel yang dibicarakan ?. Di sinilah kejanggalannya. Bagaimana bisa penafsiran yang tidak jelas dipakai menjelaskan ketidak-bertentangan ayat-ayat Alkitab/Bibel yang secara jelas SANGAT BERTENTANGAN ?. a. Pilihan pertama ( “ …dapat saja awalnya menyebut tujuh tahun kelaparan, namun kemudian menguranginya menjadi tiga tahun…“ ). Hal ini terkait dengan ayat 1 Ta-warikh 21 : 12 yang menyebut “ tiga tahun “ sedangkan ayat 2 Samuel 24 : 13 menyebutnya “ tujuh tahun “. Atas dasar apa sehingga memunculkan pernyataan demikian dengan menggunakan “dapat saja “ ?. Apakah ada ayat Alkitab/Bibel yang menyatakan: Gad sebe- lumnya mengatakan “ tujuh tahun “ tetapi kemudian menguranginya menjadi “tiga tahun “ sehingga menjadi dasar bagi pilihan demikian ?. b. Pilihan kedua ( “ Tuhan memberikan tiga tahun hukuman bagi Raja Daud untuk rasa ingin tahunya akan kekuatan kerajaannya “ ). Dua aspek dari pernyataan ini harus dijelaskan pengasuh Katolisitas yaitu : - Ayat Alkitab/Bibel dalam kitab apa, pasal dan ayat berapa yang menegaskan, Tuhan menghukum Daud gara-gara rasa ingin tahu akan kekuatan kerajaannya ?. Karena terkait dengan ayat 1 Tawarikh 21 : 12 berarti menjawab perta-nyaan demikian, perlu dilakukan penelusuran ayat-ayat sebelumnya. Ayat 1 Tawarikh 21 : 1 mengatakan : “ SYETAN MENGAJAK DAUD SUPAYA MEM-BILANG BANYAK ORANG ISRAIL“. Ajakan Syetan dipenuhi oleh Daud dengan memerintahkan Yoab menghitung banyak orang Israil " ( 1 Tawarikh 21 : 2 ). Hasil sensus oleh Yoab : SEBELAS KETI ORANG LAKI- LAKI YANG MENGHUNUS PEDANG dan orang Yehuda sebanyak EMPAT KETI TUJUH LAKSA ORANG LAKI-LAKI YANG MENGHUNUS PEDANG (1 Tawarikh 21 : 5). Namun Yoab tidak menghitung ORANG LEWI dan ORANG BENYAMIN karena keben-ciannya atas perintah Daud menghitung orang Israil ( 1 Tawarikh 21 : 5 ). Pengabaian Yoab dengan cara tidak menghitung ORANG LEWI dan ORANG BE-NYAMIN merupakan sesuatu jahat dalam pandangan Allah dan karenanya Allah hendak menyiksa orang Israil (1 Tawarikh 21 : 7 ). Daud pun bermunajat kepada Tuhan meminta agar mengampuni kesalahannya. Memenuhi munajat Daud, Allah mengutus Gad menyampaikan firman-Nya agar memilih, apakah bala kelaparan selama tiga bulan lamanya dan seterusnya. Sangat jelas pilihan “ hukuman “ yang ditawarkan, bukan karena “ Raja Daud ingin tahu akan kekuatan kerajaannya “ melainkan karena dalam menjalankan perintah Daud, Yoab tidak menghitung ORANG LEWI dan ORANG BENYAMIN. Bala kelaparan selama tiga bulan lamanya belum terjadi karena baru berupa TAWARAN. Penjelasan pengasuh Katolisitas sangat menyimpang dari makna ayat Alkitab/Bibel. Kalau pun dalam 1 Tawarikh 21: 8, diceritakan munajat Daud : “ Aku sudah berdosa sangat dengan membuat perkara yang demikian “ adalah bentuk tang- gung jawab Daud atas tindakan Yoab sebab tindakan Yoab tidak akan terjadi bila tidak ada perintah Daud menghitung orang Israil. - Dalam penjelasannya, pengasuh Katolisitas mengatakan : “ Tuhan memberikan tiga tahun hukuman bagi Raja Daud ……“. Ayat 1 Tawarikh 21:14 sebagai kelanjutan 1 Tawarikh 21 : 11 -12 dan ayat 2 Samuel 24 : 14 sebagai kelanjutan 2 Samuel 24 : 13 memperjelas hukuman yang dija- tuhkan kepada bani Israil gara-gara Yoab tidak memasukkan bani Lewi dan bani Benyamin dalam sensus penduduk yang dilakukan yaitu BALA SAMPAR sehingga tujuh puluh ribu orang bani Israil mati ( “ …didatangkan Tuhan suatu BALA SAMPAR di antara orang Israil, maka daripada orang Israil matilah tujuh puluh ribu orang “ ), BUKAN DITIMPA BALA KELAPARAN SELAMA TIGA TAHUN. Merupakan satu kebohongan bila mengatakan : “ Tuhan memberikan tiga tahun hukuman bagi Raja Daud ……“. Terlihat jelas ketidak-benaran penjelasan pengasuh Katolisitas dengan mengatakan : “ Tuhan memberikan tiga tahun hukuman bagi Raja Daud ……“ sebagai hukuman yang dipilih untuk dikenakan kepada bani Israil gara-gara perbuatan Yoab padahal tidak pernah terjadi sama sekali. c. Pilihan ketiga (“ masa tiga tahun hukuman ini, dengan masa tiga tahun kelaparan yang saat itu memang sudah terjadi ( lih. 2 Sam 21: 1 ) “ ). Masa “ tiga tahun “ berlangsungnya bala kelaparan yang ditawarkan Allah kepada Daud sebagai salah satu pilihan dari beberapa pilihan ( 1 Tawarikh 21 : 12 ) – YANG SEBENARNYA TIDAK PERNAH TERJADI dan yang terjadi adalah BALA SAM-PAR - dihubungkan oleh pengasuh Katolisitas dengan ayat 2 Samuel 21 : 1 tentang terjadinya bala kelaparan selama tiga tahun. ( “… pada zaman Daud adalah bala kelaparan berturut-turut tiga tahun lamanya …“). Penjelasan ini sangat mengada-ada tanpa nalar kritis sedikitpun. Menghubungkan 1 Tawarikh 21 : 12 dengan 2 Samuel 21 : 1 merupakan kekeliruan yang mencengangkan dan mengada-ada karena dike-mukakan tanpa kajian cermat atas ayat-ayat Alkitab/Bibel. Apakah pilihan tawaran kepada Daud yaitu sebagai hukuman, bani Israil akan ditimpa bala kelaparan, benar-benar terwujud ?. Ternyata tidak !. Sebagaimana yang telah dikemukakan, 1 Tawa-rikh 21 : 14 memperjelas mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada bani Israil yaitu Tuhan mendatangkan BALA SAMPAR sehingga tujuh puluh ribu orang bani Israil mati ( “ … didatangkan Tuhan suatu BALA SAMPAR di antara orang Israil, maka daripada orang Israil matilah tujuh puluh ribu orang “ ), Jadi, BUKAN DITIMPA BALA KELAPARAN SELAMA TIGA TAHUN. Sedangkan yang dikisahkan 2 Samuel 21 : 1 adalah bala kelaparan yang benar terjadi. Lalu bagaimana menghubungkan 2 Samuel 21 : 1 yang berbicara mengenai bala kelaparan yang benar-benar terjadi selama tiga tahun atas bani Israil sebagai akibat “ ulah Saul dan pembunuhan orang Gibeon “ dengan 1 Tawarikh 21 : 11-12 mengenai hukuman atas tindakan Yoab berupa “ bala kelaparan selama tiga tahun “, salah satu pilihan yang ditawarkan Tuhan kepada Daud melalui Gad tetapi tidak terjadi ? . Dari bahasan atas “ tiga pilihan “ yang dikemukakan, betapa penjelasan pengasuh Katolisitas : “ … dapat saja awalnya menyebut tujuh tahun kelaparan, namun kemudian menguranginya menjadi tiga tahun….“ sangat tidak benar. Tidak ada satu peluangpun untuk mengatakan tidak ada perbe-daan antara ayat 2 Samuel 24 : 13 yang menyebut tawaran “ suatu bala kelaparan tujuh tahun lamanya berlaku dalam negerimu “ dengan ayat 1 Tawarikh 21 : 11-12 yang menyebut : “ bala kelaparan tiga tahun lamanya “. Kekeliruan lain dari upaya pengasuh Katolisitas menghubungkan 1 Tawarikh 21 : 11-12 dengan 2 Samuel 21 : 1 tanpa memperhatikan latar belakang kisah yaitu : - Bala kelaparan menurut 2 Samuel 21 : 1 merupakan hukuman Tuhan yang ditimpakan kepada bani Israil karena: SEBAB SAUL DAN KARENA SEBAB ISI RUMAH ORANG YANG BERHUTANG DARAH SEBAB SUDAH DI-BUNUHNYA ORANG GIBEON dan sudah terjadi. - Sedangkan bala kelaparan selama tiga tahun (- tidak terjadi sama sekali -) yang ditawarkan kepada Daud adalah AKIBAT TINDAKAN DAUD YANG MELAKUKAN SENSUS PENDUDUKAN ISRAIL YANG DISURUH SETAN (1 Tawarikh 21: 1 ). Atau mungkin ada yang mengajukan alasan yaitu AKIBAT TINDAKAN YOAB DALAM MELAKSANAKAN PERINTAH DAUD YANG TIDAK MAU MENGHITUNG ORANG LEWI DAN ORANG BENYAMIN ( 1 Tawarikh 21 : 12 ). Alasan ini tidak masuk akal sebab bagaimana bisa Tuhan menjadi murka dan menawarkan pilihan hukuman atas orang-orang Israil gara-gara YOAB TIDAK MENGHITUNG ORANG LEWI DAN ORANG BENYAMIN DALAM MELAKSANAKAN SENSUS PENDUDUK ATAS PE-RINTAH DAUD YANG DISURUH SYAITAN ?. Oleh karena itu, tidak ada kaitan kedua “ TIGA TAHUN BALA KELAPARAN “ antara 2 Samuel 21 : 1 dengan 1 Tawarikh 21 : 12 karena back-ground kisahnya berbeda. Peng-asuh Katolisitas terlalu mengada-ada demi mempertahankan keyakinan, tidak ada perten-tangan ayat-ayat Alkitab/Bibel yang berkisah hal yang sama, sampai-sampai dua ayat Alkitab/Bibel yang tidak berkaitan sama sekali, dipaksa dikait-kaitkan gara-gara sama-sama menyebut “ tiga tahun bala kelaparan “ dengan berkata : masa tiga tahun hukuman ini, dengan masa tiga tahun kelaparan yang saat itu memang sudah terjadi ( lih. 2 Sam 21 : 1 ) mengakibatkan pada tahun ketujuh, atau tahun sabatikal, tidak ada yang dapat dipanen. Sehingga masa kelaparan total yang ditawarkan oleh Gad adalah tujuh tahun. Dengan demikian, baik angka tiga tahun maupun tujuh tahun adalah sama-sama benar, dilihat dari manakah permulaan penghitungannya. Memadu dua peristiwa berbeda - 1 Tawarikh 21 : 12 dan 2 Sam 21 : 1 - yang terkait dengan “tiga tahun bala kelaparan“, pengasuh Katolisitas pun berkata : “mengakibatkan pada tahun ketujuh, atau tahun sabatikal, tidak ada yang dapat dipanen. Sehingga masa kelaparan total yang ditawarkan oleh Gad adalah tujuh tahun “. Ada dua aspek sanggahan perlu diberikan yang menunjukkan ketidak-benaran pernya-taan pengasuh Katolisitas yang demikian yaitu : 1. Kata “ tahun ketujuh “ berbeda dengan “ tujuh tahun“. Menyamakannya agar diper-oleh kesimpulan yang diinginkan merupakan kebodohan. Istilah “ tahun ketujuh “ terkait dengan periode waktu kejadian yang terpisah dengan “ tahun keenam “ dan seterusnya, sedangkan “ tujuh tahun “ menunjukkan lama atau rentang waktu. Contoh: “ Berapa lama Stefan Tay berada di Amerika Serikat ? “. Jawaban misalnya : “ Stefan Tay berada di Amerika Serikat selama tujuh tahun “. “ Kapan selesainya program Doktor Theologi Stefan Tay ? “. Jawaban misalnya : “ Program Doktor Theologi Stefan Tay selesai pada tahun ketujuh keberadaannya di Amerika Serikat “. Sangat jelas perbedaan “ tahun ketujuh “ dengan “ tujuh tahun “, jangan dicampur aduk yang bertujuan agar 2 Samuel 24 : 13 ( “ bala kelaparan tujuh tahun lamanya “) dengan 1 Tawarikh 21 : 11 – 12 (“ bala kelaparan tiga tahun lamanya “ ) bisa dikatakan tidak berbeda sembari menyodorkan 2 Samuel 21 : 1 sebagai dalilnya. Menyamakan “ tahun ketujuh “ dengan “ tujuh tahun “ satu ketidak-tahuan pengasuh Katolisitas. Ketidak-tahuan ini apakah disengaja agar dapat berdalil agar menetapkan 2 Samuel 24 : 13 ( “ bala kelaparan tujuh tahun lamanya “) tidak berbeda dengan 1 Tawarikh 21 : 11 – 12 (“ bala kelaparan tiga tahun lamanya “ ) ataukah tidak disengaja yang menunjukkan kebodohan. 2. Ketika mengatakan : “ tahun ketujuh “. Tentu hal ini dikaitkan dengan Samuel 21 : 1 yang berkisah : “…pada zaman Daud adalah bala kelaparan berturut-turut tiga tahun lamanya…“. Muncul pertanyaan, istilah “ tahun ketujuh “ dihitung dari kejadian apa ?. Tidak disebut kapan mulai terjadinya peristiwa bala kelaparan tiga tahun ber-turut-turut tersebut ketika di sisi lain pengasuh Katolisitas mengaitkannya dengan salah satu pilihan tawaran Tuhan kepada Daud melalui Gad : “ Hendaklah engkau pilih. Atau bala kelaparan tiga tahun lamanya….“ ( 1 Tawarikh 21 : 11- 12 ) yang tidak pernah terjadi sama sekali. Pengasuh Katolisitas dengan ringannya berkata : “ tahun ketujuh “ dan menghubungkannya dengan Samuel 21 : 1 yang berkisah mengenai kelaparan yang menimpa Bani Israil selama tiga tahun berturut-turut ( aki-bat ulah Saul dan sebab isi rumah orang yang berhutang darah yang sudah membu-nuh orang Gibeon ). Mendasarkan pada istilah “ tahun ketujuh “ berarti ada rentetan bala kelaparan yang menimpa Bani Israil dimulai dari “ ulah Saul dan pembunuhan orang Gibeon “ selama tiga tahun berturut-turut ( Samuel 21 : 1 ) dan bersambung ke “ bala kelaparan tiga tahun lamanya….“ ( 1 Tawarikh 21 : 11-12 ) salah satu pilihan tawaran Tuhan kepada Daud akibat “ ulah Yoab pada peristiwa sensus penduduk bani Israil yang diperintahkan Daud tetapi Yoab mengabaikan keberadaan orang Lewi dan orang Benyamin “ dalam sensus penduduk. Dari bahasan kedua aspek tersebut, bagaimana mungkin mengatakan adanya rentetan kejadian antara kisah yang terjadi dan dituturkan Samuel 21 : 1 dengan pilihan tawaran Tuhan kepada Daud melalui Gad: “ Hendaklah engkau pilih. Atau bala kelaparan tiga tahun lamanya….“( 1 Tawarikh 21 : 11-12 ) yang tidak pernah terjadi dan kemudian pengasuh Katolisitas menyebutnya sebagai “ tahun ketujuh “ apalagi berbeda dengan “ tujuh tahun “?. Hanya manusia tidak waras yang menerima penjelasan pengasuh Kato-lisitas yang demikian sedangkan manusia yang bernalar kritis pasti menolaknya dan melihatnya sebagai penjelasan yang mengelabui . Terkait ayat 2 Samuel 24 : 13, pengasuh Katolisitas yang menurut pengakuannya ber-dasarkan Haydock Catholic Commentary Bible dan A Catholic Commentary on Holy Scriptures menjelaskan : “ Salinan teks dalam bahasa Ibrani menyebutkan tujuh tahun, sedangkan salinan teks Septuaginta dan beberapa salinan Arab menyebutkan tiga tahun “. Penjelasan pengasuh Katolisitas sangat mengelabui karena tidak dikutip teks versi “ Septuaginta dan beberapa salinan Arab “. Penjelasan yang diberikan memberi pemahaman yang sangat pasti yaitu ada perbedaan antara “ Salinan teks dalam bahasa Ibrani “ ( Naskah Masorah ? ) yang menyebut “ tujuh tahun “ dengan “ salinan teks Septuaginta dan beberapa salinan Arab “ yang menyebut “ tiga tahun “ mengenai bala kelaparan salah satu pilihan yang ditawarkan Tuhan kepada Daud melalui firman-Nya kepada Gad. Hal ini butuh penjelasan pengasuh Katolisitas, mana yang benar antara “ Salinan teks dalam bahasa Ibrani “ ( Naskah Masorah ? ) yang menyebut “ tujuh tahun “ dengan “ salinan teks Septuaginta dan beberapa salinan Arab “ yang menyebut “ tiga tahun “ terkait dengan ayat 2 Samuel 24 : 13 ?. Pada kenyataannya ayat 2 Samuel 24 : 13 dalam terjemahan LAI menyebut “ tujuh tahun “. Berarti , Lembaga Alkitab Indonesia ( LAI ) mendasarkan pada “ Salinan teks dalam bahasa Ibrani “ ( Nas-kah Masorah ? ). Mari kita arahkan nalar logika manusia waras. Teks ayat 2 Samuel 24 : 13 yang dikutip bersumber dari ALKITAB LAI. Telah diketahui, ALKITAB LAI adalah terjemahan yang bersumber NASKAH MASORAH pegangan gereja-gereja Protestan (Gereja Reformasi ). Sedangkan Alkitab/ Bibel pegangan gereja Katolik bersumber dari NASKAH VULGATA dan Alkitab/Bibel pegangan gereja Ortodoks bersumber dari NAS-KAH SEPTUAGINTA. Pengasuh Katolisitas hanya menyebut “ teks dalam bahasa Ibrani “ dan “ salinan teks Septuaginta dan beberapa salinan Arab “, tidak menyebut sama sekali NASKAH VULGATA. Bagaimana bunyi ayat 2 Samuel 24 : 13 versi NAS-KAH VULGATA yang justru menjadi sandaran bagi Alkitab/ Bibel gereja Katolik ?. Apakah menyebut : “ tujuh tahun “ ataukah “ tiga tahun “ ?. Hal ini perlu ditelusuri melalui HOLY BIBLE ( The Authorized [ King james ] Version ) karena HOLY BIBLE adalah ter-jemahan bahasa Inggeris edisi Yunani yang diterjemahkan Erasmus pada tahun 1515 berdasarkan NASKAH VULGATA ( berbahasa Italia ). Edisi Yunani Alkitab/Bibel edisi Erasmus menjadi ” Textus Receptus ” ( disingkat : TR yang berarti : Kitab yang dite-rima ). Dengan kata lain NASKAH VULGATA terwakilkan oleh HOLY BIBLE. Baca ayat 2 Samuel 24 : 13 menurut Holy Bible : "…. Shall seven years of famine come unto thee in thy land “ ( = …. selama tujuh tahun bala kelaparan menimpa mereka di negerimu ). Holy Bible yang mewakili NASKAH VULGATA selaku sumber Alkitab/Bibel gereja Katolik ternyata menyebut : “ tujuh tahun “. Jadi, bukan hanya Salinan teks dalam bahasa Ibrani “ ( Naskah Masorah ? ) seperti yang dikatakan pengasuh Katolisitas melainkan juga NASKAH VULGATA (diwakili Holy Bible ) sumber Alkitab/Bibel gereja Katolik naungan pengasuh Katolisitas. Namun pengasuh Katolisitas menegaskan : “ …“ Tiga “ tahun ( angka tiga ) nampaknya lebih sesuai dengan rangkaian angka tiga yang terkait dengan pernyataan hukuman lainnya ”. Artinya penyebutan “ tujuh tahun “ ( angka “ tujuh “ ) tidak sesuai sehingga NASKAH BERBAHASA IBRANI ( Teks Masorah ) dan NASKAH VULGATA ( - naskah sumber bagi Alkitab/Bibel Katolik ) adalah tidak benar dan yang lebih sesuai adalah NASKAH SEPTUAGINTA ( - pegangan gereja Ortodoks ) “ dan beberapa salinan Arab “ yang menyebut “ tiga tahun “ ( angka “ tiga “ ). Pengasuh Katolisitas mengatakan : “ ……Jika terjemahan LAI kemudian menyamakan “ 3 tahun “ ( dengan mengacu kepada salinan teks Septuaginta dan Arab ) dalam terjemahan 1976 untuk ayat 2 Samuel 24 : 13 dan 1 Tawarikh 21 : 11-12, …….”. Dikaitkan dengan penegasan pengasuh Katolisitas : “ Tiga “ tahun ( angka tiga ) nampaknya lebih sesuai dengan rangkaian angka tiga yang terkait dengan pernyataan hukuman lainnya ” berarti , terjemahan LAI yang menyamakan dengan “ tiga tahun “ adalah benar dan yang tidak benar adalah Alkitab/Bibel pegangan gereja Katolik yang berdasarkan NASKAH VULGATA. Pengasuh Katolisitas telah “ mengentuti “ Alkitab/Bibel yang ber-sumber NASKAH VULGATA pegangan gereja Katolik dan mendukung gereja Ortodoks. Permasalahan lain yang perlu dijelaskan pengasuh Katolisitas yaitu benarkah LAI mengacu kepada salinan teks Septuaginta dan Arab ?. Telah kita ketahui , ALKITAB LAI mencacu kepada TEKS MASORAH. Atas dasar apa mengatakan Alkitab LAI tahun 1976 mengacu kepada NASKAH SEPTUAGINTA DAN SALINAN ARAB ?. Apakah Alkitab LAI hanya terbitan tahun 1976 ?. Hal ini perlu dijelaskan oleh pengasuh Kato-lisitas. Seharusnya pengasuh Katolisitas jangan hanya melihat Alkitab LAI 1976 yang menyajikan ayat 2 Samuel 24 : 13 : “ Akan datang menimpa tiga tahun kelaparan di negerimu “ . Mengapa hanya Alkitab LAI 1976 dijadikan permasalahan dan mengatakannya bersumber dari salinan Septuaginta dan teks-teks Arab ?. Pernyataan pengasuh Katolisitas : “ terjemahan LAI kemudian menyamakan “ 3 tahun “…“ sangat keliru karena Alkitab LAI 2000 juga menyajikan pernyataan dengan yang sama. Begitu juga Good News Bible menyatakan hal yang sama mengenai ayat 2 Samuel 24 : 13 : “ Three years of famine in your land “ ( Tiga Tahun kelaparan dalam negerimu “. Jadi bukan hanya Alkitab LAI 1976. Terkait dengan “LEMBAGA ALKITAB INDONESIA (LAI) “ berikut disajikan beberapa versi terjemahan ayat 2 Samuel 24 : 13 dalam beberapa Alkitab/ Bibel : Alkitab LAI 1968 : “… Maukah engkau suatu bala kelaparan tujuh tahun lamanya … ? “. Alkitab LAI 1971 : “… Maukah engkau suatu bala kelaparan tujuh tahun lamanya … ? “. Holy Bible : “ …. Shall seven years of famine come unto thee in thy land …” ( Tujuh tahun kelaparan akan datang atasmu di negerimu … ). Alkitab LAI 1974 : “…Akan datangkah menimpa engkau tiga tahun kelaparan di negeri-mu … ? “. Alkitab LAI 1976 : “…Akan datangkah menimpa engkau tiga tahun kelaparan di negeri-mu … ? “. Alkitab LAI 1986 : “…Akan datangkah menimpa engkau tiga tahun kelaparan di negeri-mu … ? “. Alkitab LAI 2000 : “…Akan datangkah menimpa engkau tiga tahun kelaparan di negeri-mu … ? “. Good News Bible : “ … Three years of famine in your land …“ ( …Tiga tahun kelaparan dalam negerimu… ). Ada kelompok versi Alkitab/Bibel yang menyebut “ tiga tahun “ ( LAI 1974, 1976, 1986, 2000 – Good News Bible ) dan ada kelompok versi Alkitab/ Bibel yang menyebut “ tujuh tahun “ ( LAI 1968, 1971 dan Holy Bible ). Mana yang benar di antara kedua kelompok versi Alkitab/Bibel tersebut ? . Bahasan sengaja disajikan untuk menunjukkan ketidak-benaran penjelasan pengasuh Katolisitas yang menegaskan tidak ada perbedaan antara 2 Samuel 24 : 13 yang mengatakan : “ bala kelaparan tujuh tahun lamanya “ dengan 1 Tawarikh 21 : 12 yang mengatakan : “ bala kelaparan tiga tahun lamanya “ ( yang tidak pernah terjadi ) padahal “ tujuh “ tidak pernah sama dengan “ tiga “. Satu hal yang sangat penting diperhatikan, tema yang diangkat pengasuh Katolisitas tentang tidak adanya pertentangan mengenai bala kelaparan antara 2 Samuel 24 : 13 yang berlangsung selama 7 tahun dengan 1 Tawarikh 21 : 11 – 12 yang berlangsung selam 3 tahun , sebenarnya sangat sia-sia karena ternyata ayat-ayat 2 Samuel 24 adalah palsu . Hal ini diakui para TEOLOG KATOLIK dengan penjelasan mereka dalam “ KITAB KUDUS PERJANJIAN LAMA “ tahun 1970 : Syemuel II 21-24 . TAMBAHAN-TAAMBAHAN. Di sini menyusul BEBERAPA TAMBAHAN ( fs. 21 s/d 24 ) yang bercerita tentang suatu paceklik besar dan keturunan raja Saul yang dibunuh KECUALI ANAK YONATAN : MERIBBA’AL ; tentang perang dengan orang-orang Felesyet ; tentang para pahlawan Daud dan cacah jiwa yang diadakan raja serta hukuman-nya. Terdapat (fs. 22 ) sebuah mazmur yang sama dengan mazmur 18 dalam kitab Mazmur. Sangat jelas berdasarkan pengakuan para teolog Katolik, 2 Samuel 24 : 13 adalah AYAT PALSU yang ditambah-tambahkan sehingga membandingkan antara 2 Samuel 24 : 13 dengan 1 Tawarikh 21 : 12 adalah sesuatu yang percuma. Kok , AYAT PALSU dibahas oleh pengasuh Katolisitas tentang tidak adanya pertentangan dengan ayat lain dalam Alkitab/Bibel. Apa tanggapan pengasuh Katolisitas tentang hal ini ?